Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
http://www.almanhaj.or.id/content/1486/slash/0
Shalat musafir adalah dua raka'at sejak saat dia keluar dari kampung
halamannya sampai kembali kepadanya, berdasarkan kata-kata Aisyah
Radhiyallahu 'anha.
"Artinya : Awal diwajibkannya shalat adalah dua rakaat, lalu ditetapkanlah
hal itu untuk shalat di waktu safar dan disempurnakan shalat di waktu mukim"
Dalam riwayat lain
"dan ditambahi untuk shalat di waktu mukim" [1]
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata.
"Artinya : Kami keluar bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari
Madinah menuju Makkah, lalu beliau shalat dua rakaat dua rakaat sampai kami
kembali ke Madinah". [2]
Akan tetapi apabila seseorang shalat bersama imam, maka ia harus
menyempurnakan shalat empat rakaat, sama saja apakah dia mengikuti shalat
sejak awal atau kehilangan sebagian rakaat darinya ; berdasarkan keumuman
sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
"Artinya : Apabila kalian mendengar iqamah maka berjalanlah menuju shalat
dan wajib atas kalian menjaga ketenangan dan ketentraman, jangan
terburu-buru, apa yang kalian dapati (dari shalat) kerjakanlah sedangkan apa
yang hilang dari kalian sempurnakanlah" [3]
Keumuman sabda beliau : "Apa yang kalian dapati (dari shalat) kerjakanlah
sedangkan apa yang hilang dari kalian sempurnakanlah", meliputi para musafir
yang shalat di belakang imam yang mengerjakan shalat empat rakaat dan selain
mereka. Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ditanya tentang, bagaimana keadaan
musafir yang shalat dua rakaat manakala bersendiri dan empat rakaat apabila
bersama orang tempatan ? Dia menjawab, "itulah sunnah".
Kewajiban shalat jama'ah tidak gugur bagi musafir, karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala memerintahkannya di dalam kondisi perang, Dia berfirman.
"Artinya : Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan
dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian
apabila mereka (yang shalat bersertamu) sujud (telah menyempurnakan
serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi
musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang,
lalu bersembahyanglah mereka denganmu". [An-Nisa : 102]
Berdasarkan dalil ini, apabila ada seorang musafir berada di suatu daerah
yang bukan daerahnya, dia wajib menghadiri shalat jama'ah di masjid ketika
mendengar adzan, kecuali bila letaknya sangat jauh, atau khawatir khilangan
teman-temannya, sesuai keumuman dalil yang menunjukkan pada wajibnya shalat
berjama'ah bila mendengar adzan atau iqamah.
Sedangkan mengenai mengerjakan shalat sunnat ; seorang musafir boleh
melaksanakan shalat sunnat selain rawatib dhuhur, ashar, maghrib dan isya,
dia boleh mengerjakan shalat witir, shalat lail, shalat dhuha, shalat
rawatib fajar dan selain dari itu berupa shalat sunnat selain rawatib yang
dikecualikan tersebut.
Tentang menjamak (mengumpulkan shalat) : jika dia dalam keadaan berjalan
(naik kendaraan) yang lebih utama adalah menjamak antara dhuhur dan ashar,
antara maghrib dan isya, bisa dengan jama taqdim maupun jama takhir, melihat
mana yang lebih mudah baginya, segala hal yang lebih mudah adalah lebih
utama.
Jika dia dalam keadaan berhenti (tinggal di suatu daerah) yang lebih utama
adalah tidak menjamak shalat, jika dia tetap menjamak maka tidak mengapa ;
berdasarkan pengesahan dua hal itu dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam.
Adapun tentang puasa musafir di bulan Ramadhan, yang lebih utama adalah dia
tetap berpuasa, namun jika dia berbuka pun tidak mengapa, lalu dia mengganti
jumlah hari berbukanya, kecuali jika berbuka lebih memudahkannya maka
berbuka menjadi lebh utama, karena Allah menyukai orang yang menjalankan
rukhshah (keringanan)nya, segala puji milik Allah Pemelihara semesta alam.
[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa
Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah, Oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Pustaka Arafah]
_________
Foote Note
[1]. Bukhari mengeluarkannya : Kitab Taqshir Shalat, Bab : Meringkas Apabila
Kaluar dari Tempat Tinggalnya 1090. Muslim : Kitab Shalat Musafirin wa
Qashriha. Bab : Shalat Para Musafir dan Peringkasannya 685.
[2]. Telah diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Taqshir Shalat, Bab : Apa Yang
Datang Tentang Meringkas 1081. Muslim : Kitab Shalat Musafirin qa Qashriha,
Bab Shalat Para Musafir dan Peringkasannya 693
[3]. Bukhari mengeluarkan dalam Kitab Adzan, Bab : Tidak Boleh Terburu-Buru
Mendatangi Shalat, Hendaklah Datang Dengan tenang dan Tentram 636
Tidak ada komentar:
Posting Komentar