Senin, 17 Desember 2012

Wanita Karir: Sadarlah!

Pemandangan yang kita lihat pada pagi hari, para wanita dengan pakaian rapi pergi menenteng tas untuk menuju ke tempat kerja mereka masing-masing, sudah tidak asing lagi di segenap penjuru negri ini. “Wanita karier” itulah istilah yang mereka sandang. Kayaknya hal ini adalah sesuatu yang sangat lazim dan wajar sehingga tidak perlu dibahas dan dipermasalahkan, namun betapa banyak sebuah kewajaran ini hanya jalaran songko kulino (jawa: karena itulah kebiasaan yang ada). Padahal banyak sesuatu yang dianggap biasa oleh masyarakat sebenarnya adalah sesuatu yang jelas-jelas diharamkan. Ambil misal membuka rambut bagi wanita di luar rumah di sebagian daerah adalah sesuatu yang sangat wajar, padahal juga sangat jelas haramnya.

Benarlah Alloh Ta’ala tatkala berfirman (yang artinya):

 “Jika engkau mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh.” (QS. Al An’am : 116)

Dari sini saya mengajak segenap wanita mu’minah, yang meyakini Alloh sebagai Tuhannya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan As Sunah dengan pemahaman para ulama’ kita. Wallahul Muwaffiq

Rumah istana kaum wanita

 Di antara keagungan syariat islam adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang sesuai. Ulama’ diperintah untuk menasehati dan menjawab pertanyaan ummat dengan ilmu, orang awam diperintah untuk bertanya dan belajar, Orang tua disuruh mendidik anaknya dengan baik, anak disuruh berbakti pada keduanya, Suami diwajibkan untuk membimbing istrinya pada jalan kebaikan sedang istri diwajibkan mentaatinya. Dan lain sebagianya. Begitu pula dengan hal dunia laki-laki dan wanita, maka islam menjadikan laki-laki diluar rumah untuk mencari nafkah bagi keluarganya, sebagaimana sabda Rosululloh :

 ولهن عليكم رزقهن و كسوتهن بالمعروف

 “Dan hak para istri atas kalian (suami) agar kalian memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim 1218)

 disisi lainnya, tempat wanita dijadikan didalam rumah untuk mengurusi anak, mendidiknya, mempersiapkan keperluan suami serta urusan rumah tangga dan lainnya. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sabdanya yang mulia :

 والمرأة راعية في بيت زوجها ومسؤولة عن رعيتها

 “Dan wanita adalah pemimpin dirmah suaminya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhori 1/304 Muslim 3/1459)

Ada banyak ayat maupun hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan akan hal ini. Namun cukup saya sebutkan beberapa diantaranya, yaitu : Firman Alloh Ta’ala :

 “Dan hendaklah kamu tetap dirumah-rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS Al Ahzab : 33)

 Juga sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : المرأة عورة , فإذا خرجت استشرفها الشيطان

 Dari Abdulloh bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wanita itu aurot, apabila dia keluar maka akan dibanggakan oleh setan.” (HR. Turmudli 1173 berkata Hasan Shohih ghorib, Ibnu Khuzaimah 3/95, Thobroni dalam Al Kabir 10015)

 Menguatkan ini semua perintah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pada para wanita untuk sholat fardlu dirumah, meskipun dia tinggal dikota Madinah yang mana sholat dimasjid nabawi sama dengan 1000 sholat dimasjid lainnya selain masjidil haram.

Dari Ummu Humaid As Sa’idiyah radhiyallahu ‘anha sesungguhnya beliau datang kepada Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata :

“Wahai Rosululloh, sesunguhnya saya ingin sholat bersamamu.” Maka beliau menjawab : “Saya tahu bahwasannya kamu ingin sholat bersamaku, akan tetapi sholatmu di kamar yang khusus bagimu lebih baik daripada kamu sholat di bagian lain dari rumahmu, dan sholatmu dirumahmu lebih baik daripada kamu sholat di masid kampungmu, dan sholatmu di masjid kampungmu lebih baik daripada kamu sholat di masjidku ini.” (HR. Ahmad 5/198/1337, Ibnu Khuzaimah 3/95/1689 dengn sanad hasan)

Wanita Boleh Keluar Rumah

Namun hal diatas tidak melazimkan keharaman wanita keluar rumahnya kalau memng ada sebuah keperluan yang harus dikerjakan diluar rumah, meskipun seandainya dia tetap didalam rumahnya maka itulah yang jauh lebih baik. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata :

“Saudah keluar rumah untuk menunaikan suatu keperluan setelah turunnya ayat hijab, dan beliau itu adalah seoang wanita yang gemuk, sehinga tidak lagi samar bagi yang pernah mengenalnya, Maka Umar bin Khothob mengetahuinya, lalu diapun berkata : “Wahai Saudah, Demi Alloh engkau tidak lagi samar bagi kami, maka perhatikanlah lagi bagaimana keadaanmu saat engkau keluar.” Maka Saudah pun langsung balik pulang. Saat itu Rosululloh berada dalam rumahku sedang makan malam, dan saat itu beliau sedang memegang makanan, maka Saudah pun masuk lalu berkata : “Wahai Rosululloh, saya keluar untuk menunaikan sebagian keperluanku, namun Umar berkata begini begitu.” Maka Alloh pun mewahyukan kepada beliau, lalu bersabda : “Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian keluar rumah untuk sebuah keperluan.” (HR. Bukhori 8/528, Muslim 2170)

Apabila Wanita Keluar Rumah Namun apabila wanita keluar dari rumahnya, wajib baginya untuk beradab sesuai dengan ketentuan syariat islam yang suci, diantaranya :

1.Berpakaian yang syar’I1

 Firman Alloh Ta’ala : 
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min “Hendaknya mereka menjulurkan pakaiannya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu.” (QS. Al Ahzab : 59)

2.Tidak memakai parfum

عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال أيما امرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا ريحها فهي زانية

Dari Abu Musa Al Asy’ari dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wanita mana saja yang memakai parfum , lalu lewat pada sebuah kaum untuk dicium baunya maka dia adalah wanita pezina.” (HR. Ahmad 4/414, Abu Dawud 4173, Turmudzi 2786, Nasa’I 8/153 dengan sanad hasan)

Dan larangan ini pun tetap berlaku meskipun wanita itu ingin pergi ke masjid untuk mengerjalan sholat berjamaah, lalu bagaimana dengan lainnya ???

عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أيما امرأة أصابت بخورا فلا تشهد معنا العشاء الآخرة

Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Wanita mana saja yang memakai minyak wangi, maka jangan ikut sholat isya’ berjamaah bersama kami.” (HR. Muslim 2/85)

3. Tidak berdandan ala jahiliyah

 Firman Alloh Ta’ala :
“Dan hendaklah kamu tetap dirumah-rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS Al Ahzab : 33)

4.Menundukkan pandangan

Firman Alloh :
“Dan katakanlah pada wanita-wanita yang beriman, “hendaklah mereka menahan dari sebagian pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nur : 31)

5.Berlaku sopan sehingga tidak menimbulkan fitnah, baik dalam gaya jalan, suara atau lainnya.

Perhatikanlah firman Alloh Ta’ala :
“Jika kamu (Para wanita) bertaqwa, maka janganlah kamu lembutkan dalam berbicara sehingga berkeinginnan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah ucapan yang baik.” (QS. Al Ahzab : 33)

juga firman Nya :
“Dan janganlah mereka (Wanita) memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur : 31)

Ini semua bukanlah untuk sebuah pengekangan pada kebebasan kaum wanita –sebagaimana yang banyak digemborkan oleh sebagian kalangan- namun ini adalah untuk menjaga kehormatan wanita dari penghinaan dan pelecehan. Karena mau tidak mau harus diakui bahwa wanita adalah fitnah dunia yang paling besar. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

عن أسامة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم :قال : ما تركت بعدي فتنة هي أضر على الرجال من النساء

 “Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah aku tinggalkan sepeniggalkku fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki melainkan para wanita.” (HR. Bukhori Muslim)

Wanita Karir dalam Tinjauan Syar’i Berangkat dari hal diatas bahwa pada dasarnya tugas wanita adalah mengurusi rumah tangga suaminya dan dia harus tetap didalam rumahnya kecuali kalau ada sebuah keperluan untuk keluar, dan apabila keluar rumah harus sesuai dengan ketentuan syar’i baik dalam hal pakaian maupun lainnya, maka hukum wanita karier bisa dibagi menjadi dua :

a. Kariernya di luar rumah

Pada dasarnya hukum karier wanita di luar rumah adalah terlarang, karena dengan bekerja diluar rumah maka akan ada banyak kewajiban dia yang harus ditinggalkan. Misalnya melayani keperluan suami, mengurusi dan mendidik anak serta hal lainnya yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu. Padahal semua kewajiban ini sangat melelahkan yang membutuhkan perhatian khusus. Semua kewajiban ini tidak mungkin terpenuhi kecuali kalau seorang wanita tersebut memberi perhatian khusus padanya. (Lihat Al Mufashol Fi Ahkamil Mar’ah Oleh Syaikh Abdul Karim Zaidan 4/265)

Kapan Wanita Berkarir di luar Rumah?

Namun kalau memang ada sesuatu yang sangat mendesak untuk berkariernya wanita diluar rumah maka hal ini diperbolehkan. Namun harus difahami bahwa sebuah kebutuhan yang mendesak ini harus ditentukan dengan kadarnya yang sesuai sebagaimana sebuah kaedah fiqhiyah yang masyhur. Dan kebutuhan yang mendesak ini misalnya :

1.Rumah tangga memerlukan kebutuhan pokok yang mengharuskan wanita bekerja, Misalnya karena suaminya atau orang tuanya meninggal dunia atau keluarganya sudah tidak bisa memberi nafkah karena sakit atau lainnya, sedangkan negara tidak memberikan jaminan pada keluarga semacam mereka.

Lihatlah kisah yang difirmankan Alloh dalam surat Al Qoshosh 23,24 :
“Dan tatkala Musa sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan ternaknya, dan ia menjumpai dibelakang orang yang banyak itu dua orang wanita yang sedang menambat ternaknya. Musa berkata : “Apa maksud kalian berbuat demikian ?” Kedua wanita itu menjawab : “Kami tidak dapat meminumkan ternak kami sebelum penggembala-pengembala itu memulangkan ternaknya, sedang bapak kami adalah orang tua yang telah berumur lanjut, Maka Musa memberi minum ternak itu untuk menolong keduanya. Kemudian ia kembali ketempat yang teduh lalu berdo’a : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku. Kemudian datang kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu, berjalan dengan penuh rasa malu, ia berkata : “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu untuk memberi balasan terhadap kebaikanmu memberi minum ternak kami.” Perhatikanlah perkataan kedua wanita tadi : “Sedang bapak kami adalah orang tua yang telah berumur lanjut.” Ini menunjukkan bahwa keduanya melakukan perbuatan tersebut karena terpaksa, disebabkan orang tuanya sudah lanjut dan tidak bisa melaksanakan tugas tersebut. (Lihat Tafsir Al Alusi 20/59)

2.Tenaga wanita tersebut dibutuhkan oleh masyarakat, dan perkerjaan tersebut tidak bisa dilakukan oleh laki-laki Hal yang menunjukkan hal ini adalah bahwa di zaman Rosululloh ada para wanita yang bertugas membantu kelahiran, semacam dukun bayi atau bidan pada saat ini. Juga saat itu ada wanita yang mengkhitan anak-anak wanita. Dan yang dhohir bahwa perkerjaan ini mereka lakukan diluar rumah (Lihat Al Mufashol 4/273)

Pada zaman ini bisa saya tambahkan yaitu dokter wanita spesialis kandungan, perawat saat bersalin, tenaga pengajar yang khusus mengajar wanita dan yang sejenisnya. Diantara pekerjaan wanita yang ada pada zaman Rosululloh adalah apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang bersama Ummu Sulaim dan beberapa wanita anshor, maka mereka memberi minum dan mengobati orang yang terluka.” (HR. Muslim 12/188)

Syarat wanita berkarer diluar rumah

Apabila ada keperluan bagi seorang wanita untuk bekerja keluar rumah maka da harus memenuhi beberapa ketentuan syar’I agar kariernya tidak menjadi perkerjaan yang haram. Syarat-syarat itu adaah :

1.Memenuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya baik dalam hal pakaian ataupun lainnya sebagaimana diatas

2.Mendapat izin dari suami atau walinya. Karena suami mempunyai hak terhadap istrinya untuk tidak memperbolehkannya keluar untuk bekerja. Bagaimana tidak, padahal untuk pergi sholat berjamaah ke masjid harus minta izin terlebih dahulu.

3.Pekerjaan tersebut tidak ada kholwat dan ikhtilat (Campur baur) antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram. Sebagaimana

firman Alloh Ta’ala :
“Dan apabila kalian meminta pada mereka sebuah keperluan, maka mintalah dari balik hijab.” (QS. Al Ahzab : 53)

Juga sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لا يخلون رجل بامرأة إلا مع ذي محرم

 “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhori Muslim)

4.Tidak menimbulkan fitnah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فاتقوا الدنيا و اتقوا النساء فإن أول فتنة بتي إسرائيل كانت في النساء

 “Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatiah pada wanita karena fitnah pertama bagi Bani Isroil adalah karena wanita.” (HR. Ahmad 11112 dengan sanad shohih)

5.Tetap bisa mengerjakan kewajibannya sebagai ibu dan istri bagi keluarganya, karena itulah kewajibannya yang asasi. Dari beberapa kreteria di atas, kayaknya sulit kita menemukan karier wanita yang ada saat ini bisa memenuhi ketentuan tesebut kecuali sangat sedikit sekali. Bahkan yang banyak kita saksikan adalah bahwa setiap karier wanita saat ini baik dikantor, pabrik, sales atau lainnya penuh dengan ikhtilat, pakaian yang tidak syar’I dan banyak menimbulkan fitnah. Oleh karena itu, wahai kaum wanita mu’minah, bertaqwalah pada Alloh, takutlah pada adzab Nya yang pedih, janganlah hanya karena beberapa keping uang engkau rela menerjang larangan Alloh dan Rosul Nya. Padahal sebenarnya banyak dari kalangan wanita karier tersebut bukan karena kebutuhan yang mendesak atau karena sebab syar’i lainnya namun mungkin hanya karena mengejar ambisi dunia. (Lihat Al Jami’ Fi Ahkamin Nisa’ oleh Syaikh Al Adawi 4/363)

b. Karier wanita di dalam rumah

Adapun kalau karier wanita itu dikerjakan didalam rumahnya sendiri, seperti menjahit atau usaha lainnya yang bisa dikerjakan dirumah, yang akan terbebas dari kholwat, ikhtilat, fitnah dan lainnya, maka hukum asalnya adalah boleh dengan catatan bahwa pekerjaan itu tidak membuatnya melakukan kewajiban asasinya yaitu menunaikan hak suami dan anak-anaknya. (Lihtat Al Mufashol 4/275)

Bahaya karier bagi wanita dan masyarakat Semua perkara yang diperintahkan oleh Alloh dan Rosul Nya pasti mengandung hikmah yang sangat agung, begitu pula segala yang dilarang Nya pasti mengandung bahasa yang sangat besar, hanya terkadang banyak orang yang tidak mengetahuinya.

Berkata Imam Abdul Aziz bin Baz :
“Sesungguhnya propaganda untuk terjunnya wanita dalam lapangan pekerjaan yang menyebabkan banyaknya ikhtilat baik secara langsung ataupun tidak dengan dalih bahwa ini adalah tuntuan hidup modern adalah sesuatu yang sangat membahayakan yang akan menimbulkan efek yang sangat fatal sekali, disamping bahwa hal ini bertentangan dengan sejumlah nash-nash syar’I yang memerintahkan wanita untuk tetap tinggal dirumahnya dan mengerjakan pekerjaan khusus baginya..” (Lihat Ats Tsimar Al Yani’ah oeh Syaikh Al Jarulloh hal : 322)

Diantara dampak negatif itu adalah :

a. Pengaruhnya terhadap harga diri dan kepribadian wanita Banyak perkerjaan saat ini yang apabila diteruni oleh kaum wanita akan mengeluarkanya dari kodrat kewanitaannya, menghilangkan rasa malunya dan mencabutnya dari kefeminimannnya.

b. Pengaruhnya pada anak di antara pengaruh negatif bekerjanya wanita diluar rumah bagi anak adalah : Anak tidak atau kurang menerima kasih sayang, lembut belaian dari sang ibu, padahal anak sangat membutuhkannya untuk pengembangan kejiwaannya. Seringnya wanita karier tidak bisa menyusui anaknya secara sempurna, dan ini juga berbahaya bagi si anak Membiarkan anak dirumah tanpa ada yang mengawasi atau hanya diawasi oleh baby sister akan berakibat buruk.

c. Pengaruhnya ada hak suami Seorang istri yang pagi pergi kerja lalu sore pulang, maka sampai rumah ia akan tinggal melepas lelah. Lalu tatkala suaminya pulang dari kerja maka dia tidak akan bisa memenuhi tugasnya sebagai seorang istri. Jarang atau bahkan tidak ada orang yang mampu memenuhi tugas tersebut sekaligus

d. Pengaruhnya pada masyarakat dan perekonomian nasional Masuknya wanita dalam lapangan pekerjaan banyak mengambil bagian laki-laki yang seharusnya bisa mendapatkan pekerjaan, namun terpaksa tidak menemukannya karena sudah diambil alih oleh kaum wanita. Hal ini akan meningkatkan jumlah pengangguran yang akan berakibat pada tindak kriminalitas. (Lihat Fatwa Syaikh bin Baz sebagaimana dalam Ats Tsimat Al Yani;ah hal 322-321, Ekonomi rumah tangga muslim DR. Husein Syahatah hal 153-163, Mas’uliyatul Mar’ah Al Muslimah hal : 80)

Fatwa ulama’ seputar karier wanita

Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya :

“Apa pendapat islam tentang wanita yang bekerja dan keluar dengan mengenakan pakaiannya seperti yang kita lihat dijalan-jalan, sekolah dan rumah serta pekerjaan wanita pedesaan dengan suaminya di ladang menurut islam ?

Jawab Syaikh :
Tidak diragukan lagi bahwa islam memuliakan wanita, memeliharanya, menjaganya dari manusia yang jahat. Dan menjaga hak-haknya, mengangkat kedudukannya dan menjadikannya partner laki-laki dalam warisan serta mewajibkan wali untuk minta izinnya dalam pernikahan. Islam juga memberikan hak penuh kepadanya untuk mengurusi hartanya apabila ia berakal. Dan mewajibkan suaminya untuk memberikan hak-haknya yang banyak, mewajibkan kepada bapaknya dan keluarganya untuk memberinya nafkah ketika ia membutuhkan. Islam juga mewajibkannya untuk menutup diri dari pandangan orang lain agar tidak menjadi barang murahan sebagaimana firman Nya :

“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min “Hendaknya mereka menjulurkan pakaiannya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu.” (QS. Al Ahzab : 59)

Alloh juga berfirman :
“Dan hendaklah kalian tetap dirumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orag-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS Al Ahzab : 33)

Dalam ayat ini Alloh memerintahkan wanita untuk selalu konsisiten berada dirumah karena keluarnya banyak menimbulkan fitnah. Dan dalil syara’ telah menunjukkan bahwa dibolehkannya keluar untuk suatu keperluan dengan menggunakan hijab serta menjauhi perhiasan, tetapi keberadaannya dirumah adalah hukum asal yang lebih baik untuknya dan lebih sesuai serta lebih jauh dari fitnah.

Adapun pekerjaan wanita dengan suaminya diladang atau pabrik atau rumah maka tidak ada dosa baginya, dan demikian juga apabila ia bersama dengan mahramnya, yang tidak terdapat didalamnya orang lain sebagaimana hukum pekerjaannya bersama wania-wanita lainnya. Pekerjaan yang diharamkan baginya hanyalah pekerjaan yang dilakukan dengan orang laki-laki yang bukan mahramnya, karena hal itu bisa mendatangkan kerusakan dan firnah yang besar.” (Majmu’ Fatwa Wa Maqolat Mutanawwi’ah 4/308 dengan ringkas)

Penutup

Di penghujung tulisan ini, saya nukil penutup fatwa Syaikh Bin Baz tentang wanita karier : “Kesimpulannya, Bahwasannya menetapnya wanita di rumah untuk mengerjakan tugas kewanitaannya setelah dia mengerajakan kewajibannya pada Alloh adalah suatu hal yang sesuai dengan fithroh dan kodratnya. Hal ini akan menyebabkan kebaikan baik bagi pribadinya sendiri, masyarakat maupun pada generasi yang akan datang.

Dan kalau masih mempunyai keluangan waktu maka bisa digunakan untuk bekerja yang sesuai dengan kodrat kewanitaan seperti mengajar wanita, mengobati dan merawat mereka serta perkerjaan lain yang semisalnya. Ini semua sudah cukup menyibukkan bagi seorang wanita dan akan bisa membantu kaum laki-laki dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Jangan lupa peran ummahatul mu’minin (istri-istri Nabi-ed)yang mana mereka mengajarkan kebaikan pada ummat ini, namun tetap disertai dengan hijab dan tidak bercampur dengan laki-laki. Hanya kepada Alloh lah kita memohon semoga Dia menunjukkan semuanya untuk bisa menunaikan tugas dan kewajibannya masing-masing, dan semoga Alloh menjaga semuanya dari fitnah dan segala tipu daya setan.”

Wallahu A’lam Bish Showab

Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf 
www.ahmadsabiq.com 

1 Butuh waktu panjang untuk menjelaskan kriteria pakaian mu’minah yang memenuhi aturan syar’I, namun cukup saya isyaratkan pada kitab Syaikh Al Albani dalam Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah.

dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Selasa, 11 Desember 2012

Membuka Pintu Rizki Dengan Istighfar

" Dorongan mencari rizki kerap menyebabkan banyak orang terpental dari jalan yang lurus. Padahal Islam, sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh dimensi kehidupan seorang hamba, telah memberikan solusi yang begitu jelas dalam usaha memperlancar rizki. Di antara tuntunan yang ditawarkan untuk menggapai tujuan tersebut: memperbanyak istighfar."

Segala puji bagi Allah, Shalawat dan salam semoga tercurah pada Rasulullah. ·

 “AJIMAT ROJO BRONO: Suatu ritual khusus yang apabila Anda menjalankan dengan benar, insyaAllah dalam waktu 3 hari Anda akan segera mendapat rizqi, untuk menambah modal atau melunasi hutang tanpa tumbal. Mahar kesepakatan”.

GOMBAL GENDERUWO: Usaha seret, atau sering tertipu, banyak saingan, untuk apa bingung. Dengan ajimat Gombal Gendruwo bisnis akan kembali lancar, disegani dan dapat menetralkan kekuatan jahat yang ingin merusak. Mahar kesepakatan”.

Demikian tawaran pelancar rizki dalam sebuah iklan yang dipasang salah satu ‘Gus’ yang memimpin sebuah “Padepokan Ilmu Hikmah dan Seni Pernafasan Tenaga Dalam” di kota Malang.[1] · “Sarana spiritual kerezekian yang ada di majelis kami biasa dinamakan Bukhur Qomar. Untuk mendapatkan dayanya: tanamlah Bukhur Qomar di tempat usaha, lalu baca Sholawat Nariyah 11 x bakda subuh, untuk lafal Kamilatan dibaca 41 x. InsyaAllah dalam waktu tidak lama anda akan berhasil”.

Demikan jawaban seorang ‘Gus’ pemimpin sebuah “Majlis Taklim wa Dzikr” di Semarang, tatkala ditanya dalam sebuah rubrik “Konsultasi Gaib” tentang piranti pembuka rizki.[2] Dua contoh di atas merupakan segelintir dari puluhan bahkan mungkin ratusan tawaran pembuka pintu rizki yang ada di media massa. Belum jika kita mau mencermati tawaran-tawaran pelancar lainnya yang ada di media elektronik dan dunia maya.

Yang jadi pertanyaan:

bisakah para pelaku penawaran di atas mendatangkan dalil dari al-Qur’an dan hadits -yang merupakan pedoman hidup umat Islam- sebagai landasan dari amaliah atau ajian yang mereka obral? Ataukah Islam tidak menyentuh permasalahan rizki serta melewatkan hal penting tersebut dari sorotannya?

Seorang muslim yang cerdas, tentunya akan memilah dan memilih apa yang ia baca, lihat dan dengar, serta memfilter hal-hal yang tidak memiliki landasan syar’i dari yang mempunyainya. Dia sadar betul bahwa hidupnya di dunia hanyalah sekali, sehingga tidak akan sembarangan tatkala menempuh suatu langkah atau mengambil suatu keputusan. Apalagi jika hal itu berkaitan dengan nasibnya di akherat kelak.

Dorongan mencari rizki kerap menyebabkan banyak orang terpental dari jalan yang lurus. Padahal Islam, sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh dimensi kehidupan seorang hamba, telah memberikan solusi yang begitu jelas dalam usaha memperlancar rizki. Di antara tuntunan yang ditawarkan untuk menggapai tujuan tersebut: memperbanyak istighfar. Dalil tuntunan tersebut firman Allah ta’ala,

“فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً” (نوح:
10-12)

Artinya:

“Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu”. QS. Nuh: 10-12.

Ayat di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa di antara buah istighfar: turunnya hujan, lancarnya rizki, banyaknya keturunan, suburnya kebun serta mengalirnya sungai. Karenanya, dikisahkan dalam Tafsir al-Qurthubi, bahwa suatu hari ada orang yang mengadu kepada al-Hasan al-Bashri tentang lamanya paceklik, maka beliaupun berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian datang lagi orang yang mengadu tentang kemiskinan, beliaupun memberi solusi, “Beristighfarlah kepada Allah”. Terakhir ada yang meminta agar didoakan punya anak, al-Hasan menimpali, “Beristighfarlah kepada Allah”.

Ar-Rabi’ bin Shabih yang kebetulan hadir di situ bertanya, “Kenapa engkau menyuruh mereka semua untuk beristighfar?”. Maka al-Hasan al-Bashri pun menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Namun sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu”.

Adapun dalil dari Sunnah Rasul shallallahu’alaihiwasallam yang menunjukkan bahwa memperbanyak istighfar merupakan salah satu kunci rizki, suatu hadits yang berbunyi:

 “مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”

“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir.

Maka silahkan perbanyaklah istighfar, serta tunggulah buahnya… Jika buahnya belum terlihat juga, perbanyaklah terus istighfar dan jangan pernah berputus asa! Di dalam setiap kesempatan, kapan dan di manapun memungkinkan; di waktu-waktu kosong saat berada di kantor, ketika menunggu dagangan di toko, saat menunggu burung di sawah dan lain sebagainya..

Catatan penting:

1. Pilihlah redaksi istighfar yang ada tuntunannya dalam al-Qur’an ataupun hadits Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan hindarilah redaksi-redaksi yang tidak ada tuntunannya.

Di antara redaksi istighfar yang ada haditsnya:

 أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Astaghfirullâh. HR. Muslim. [3]

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْه

Astaghfirullôhal ‘azhîm alladzî lâ ilâha illâ huwal hayyul qoyyûm wa atûbu ilaih. HR. Tirmidzi dan dinilai sahih oleh al-Albani.[4]

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْت

“Allôhumma anta robbî lâ ilâha illa anta kholaqtanî wa anâ ‘abduka wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’ûdzubika min syarri mâ shona’tu, abû’u laka bini’matika ‘alayya, wa abû’u bi dzanbî, faghfirlî fa innahu lâ yaghfirudz dzunûba illa anta”. HR. Bukhari.[5]

Redaksi terakhir ini kata Nabi shallallahu’alaihiwasallam merupakan sayyidul istighfar atau redaksi istighfar yang paling istimewa. Menurut beliau, fadhilahnya: barangsiapa mengucapkannya di siang hari dengan penuh keyakinan, lalu meninggal di sore harinya maka ia akan dimasukkan ke surga. Begitu pula jika diucapkan di malam hari dengan meyakini maknanya, lalu ia meninggal di pagi harinya maka ia akan dimasukkan ke surga.

2. Tidak ada hadits yang menentukan jumlah khusus tatkala mengucapkan istighfar, semisal sekian ratus, ribu atau puluh ribu. Yang ada: perbanyaklah istighfar di mana dan kapanpun kita berada, jika memungkinkan, tanpa dibatasi dengan jumlah sekian dan sekian, kecuali jika memang ada tuntunan jumlahnya dari sosok sang maksum shallallahu’alaihiwasallam.

3. Hendaklah tatkala beristighfar kita menghayati maknanya sambil berusaha memenuhi konsekwensinya berupa menghindarkan diri dari berbagai macam bentuk perbuatan maksiat. Hal itu pernah diisyaratkan oleh al-Hasan al-Bashri tatkala berkata, sebagaimana dinukil al-Qurthubi dalam Tafsirnya,

“استغفارنا يحتاج إلى استغفار”

“Istighfar kami membutuhkan untuk diistighfari kembali”. Semoga Allah senantiasa melancarkan rizki kita dan menjadikannya berbarokah serta bermanfaat dunia akherat, amien.

Wallahu ta’ala a’lam. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Oleh: Abdullah Zaen, Lc, MA
@ Kedungwuluh Purbalingga, 5 Rabi’uts Tsani 1431 H / 21 Maret 2010 M

[1] Lihat: Tabloid Posmo edisi 566, 24 Maret 2010 (hal. 04).
[2] Periksa: Ibid (hal. 14).
[3] Redaksi lengkap haditsnya:

 عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ”. قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ.

Tsauban bercerita, “Jika Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam selesai shalat beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca “Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta ya dzal jalali wal ikrom”. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada al-Auza’i, “Bagaimanakah (redaksi) istighfar beliau?”. “Astaghfirullah, astaghfirullah” jawab al-Auza’i.

[4] Redaksi lengkap haditsnya adalah:

 “مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ”

“Barangsiapa mengucapkan “Astaghfirullahal azhim alladzi la ilaha illah huwal hayyul qoyyum wa atubu ilaih” niscaya akan diampuni walaupun lari dari medan perang”.

[5] Redaksi lengkap haditsnya sebagai berikut:

عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ: “اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ” إِذَا قَالَ حِينَ يُمْسِي فَمَاتَ دَخَلَ الْجَنَّةَ أَوْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ, وَإِذَا قَالَ حِينَ يُصْبِحُ فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ مِثْلَهُ”.

Dari Syaddad bin Aus, bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Istighfar yang paling istimewa adalah: “Allôhumma anta robbî lâ ilâha illâ anta kholaqtanî wa anâ ‘abduka wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu, abû’u laka bini’matika ‘alayya wa abû’u laka bidzanbî, faghfirlî fa innahu lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta, a’ûdzubika min syarri mâ shona’tu” (Ya Allah, Engkaulah Rabbku itdak ada yang berhak disembang melainkan diriMu. Engkau telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu dan aku akan setia di atas perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku mengakui nikmat-Mu untukku dan aku mengkaui dosaku. Maka ampunilah diriku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa melainkan diri-Mu. Aku memohon perlindungan dari-Mu dari keburukan perbuatanku).

Andaikan seorang hamba mengucapkannya di sore hari kemudian ia mati maka akan masuk surga atau akan termasuk penghuni surga. Dan jika ia mengucapkannya di pagi hari lalu meninggal maka ia akan mendapatkan ganjaran serupa”.

Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com
 

blogger templates | Make Money Online