Rabu, 26 Mei 2010

Apa Arti Hakikat Keislaman Saya?

Banyak orang yang saat ini mengaku sebagai pemeluk agama Islam, namun mereka tidak tahu hakikat hal itu. Mereka juga tidak mengerti kemuliaan yang mereka peroleh karena nikmat dan anugerah Allah ta’ala yang agung dengan memeluk agama ini, padahal itulah nikmat yang paling besar yang tiada bandingannya.

Di antara hal yang membuatkan bertambah mulia dan bangga

Dan aku hampir menginjakkan kedua kakiku di atas bintang kejora

Adalah masuknya aku ke dalam firman-Mu, “Wahai hamba-hamba-Ku.”

Dan Engkau utus Ahmad sebagai utusan-Mu

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap bayi adalah terlahir dalam fitrahnya, lalu kedua orang tuanya yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muttafaq ‘alaihi).

Seandainya ada di antara kita yang sejak tercipta hingga mati bersujud di atas tanah karena bersyukur atas nikmat Islam yang sangat agung ini, tentunya dia tetap tidak akan mampu menebusnya. Namun sayang sekali, saat ini kita temukan banyak orang muslim yang menganggap bahwa keislamannya cukup dengan nama atau keterangan di kartu identitasnya saja. Dia mengira bahwa dia menjadi muslim karena namanya Muhammad, Ahmad, Abdullah, atau Abdurrahman. Tetapi apa yang dia ketahui tentang Islam? Apa yang kita berikan kepada agama ini? Bahkan, saat ini kepemelukan banyak orang terhadap agama ini menjadi kepemelukan yang sifatnya teoritis, polos, dan dingin. Sehingga banyak di antara kita yang tidak memasukkan agama ini dalam objek perhatian, tujuan, dan program hidup kita.

Mungkin saya merencanakan masa depan saya, masa depan istri saya, masa depan anak-anak saya, dan masa depan pekerjaan saya. Tetapi siapa di antara kita yang membuat rencana untuk kejayaan Islam? Siapa di antara kita yang membuka hatinya untuk melihat realitas pahit dan memilukan yang dihadapi umat Islam saat ini? Siapa di antara kita yang tidak bisa tidur karena memikirkan kondisi agama ini? Siapa di antara kita yang tidur, namun hatinya selalu disergap perasaan sedih, matanya mengalirkan air mata karena melihat kondisi yang memilukan ini?

Hidup dengan Islam dan untuk Islam, itulah hakikat dari keberpihakan kepada Islam.

Islam Agama Allah

Anda harus tahu bahwa Islam adalah agama Allah. Maka ketika Alah telah melapangkan hati Anda untuk menerima Islam, lalu Anda menyerahkan diri kepada-Nya, bersaksi tidak ada sembahan yang hak selain Dia dan Muhammad adalah rasul Allah ta’ala, tanpa paksaan dari seorang pun, maka setelah itu Anda harus mengetahui bahwa Islam adalah manhaj hidup yang mengontrol seluruh hidup Anda dan Anda dalam kondisi yang sangat bahagia serta penuh keridhaan.

Konsekuensi dari Islam adalah Allah ta’ala berfirman kepada hamba, “Aku memerintahkan dan melarang,” dan hamba berkata kepada-Nya, “Saya mendengar dan menaati.” Dan sang hamba pun menyerahkan akal dan hatinya kepada Allah dan rasul-Nya, serta mengikuti jejak rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk sampai kepada kehidupan yang damai dan bahagia di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, seandainya Anda selalu mengikuti jalan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Anda akan melihat beliau sedang menunggu Anda di haudh (telaga) beliau. Sehingga Anda pun akan bahagia dan tidak pernah merasa sengsara untuk selamanya.

Hiduplah dengan Islam dan Untuk Islam

Hakikat memeluk Islam adalah hidup dengan Islam dan untuk Islam, hidup dengan perintah-perintahnya, larangan-larangannya, dan batasan-batasannya. Para sahabat radhiallahu ‘anhu benar-benar memahami hal ini. Sehingga ketika salah seorang mereka meninggalkan kekafiran dan masuk ke dalam keimanan, dia pun mengetahui dengan penuh keyakinan akan hakikat dari keberpihakannya terhadap agama ini. Oleh karena itu, semua kekuatan dan kemampuannya pun tercurahkan untuk Islam.

Keimanan yang Kokoh Sejak Semula

Lihatlah Abu Bakar ash Shiddiq, ketika masuk Islam. Dia sama sekali tidak menghalangi datangnya cahaya hidayah ke dalam hatinya. Dia pun segera pergi dari sisi rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari para pemilik hati yang hidup. Sehingga ketika kembali kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia membawa lima orang dari sepuluh sahabat yang mendapatkan kabar gembira untuk masuk surga. Lalu mereka pun membaiat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersaksi di hadapan beliau bahwa tiada sembahan yang hak selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah.

Sungguh berbeda antara bunga yang palsu dan bunga yang sejati. Sungguh berbeda antara bunga palsu yang sekedar membawa nama bunga, dengan bunga yang diciptakan oleh Allah ta’ala, yang wangi dan aromanya menyebar ke seluruh penjuru.

Apa yang sebenarnya diketahui oleh Abu Bakar ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu pada hari pertama dia masuk Islam sehingga pada hari berikutnya dia kembali dengan lima orang tersebut? Sungguh dia membawa Islam di dalam hatinya, dan hatinya pun selalu menyala dengan agama ini. Hanya itulah yang dia miliki.

Contoh lain

Thufail bin Amr ad Dausi radhiallahu ‘anhu adalah seorang pembesar di kalangan kaumnya. Pada suatu ketika dia pergi ke Mekkah untuk menunaikan umrah, dan ketika itu dia masih seorang musyrik. Ketika sampai di Mekkah, dia disambut oleh para pembesar Quraisy dan mereka pun memperingatkannya untuk berhati-hati dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mereka berkata, “Wahai Thufail, kami khawatir atas dirimu dan atas kepemimpinanmu pada kaummu dari Muhammad. Karena dia mengucapkan kata-kata yang menyerupai sihir, yang dengannya dia memisahkan antara dua saudara, antara anak dan orang tuanya, serta antara istri dengan suaminya, maka jangan sampai engkau mendengar ucapannya.” Thufail bin Amr ad Dausi berkata, “Dan mereka terus memperingatkanku hingga aku pun bertekad untuk tidak mendekati Muhammad dan tidak mendengar satu pun kata darinya. Hingga ketika aku masuk ke dalam masjid aku tutup telingaku dengan kapas agar tidak ada kata terdengar.”

Akan tetapi, itulah kehendak Allah.

Akhirnya Thufail pun mendekati rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga sebagian kalimat Al Quran sampai di telinganya. Lalu hati dan otaknya pun tergerak karena kalimat-kalimat tersebut. Lalu dia berkata kepada dirinya sendiri, “Sungguh celaka wahai engkau Thufail, mengapa engkau tidak mendengarnya?” Sehingga dia pun dating kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kepada beliau dialog yang berlangsung antara dirinya dan orang-orang musyrik. Kemudian dia berkata kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Paparkanlah perihalmu kepadaku.” Kemudian nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memaprkan Islam kepadanya, sehinga hatinya pun tergerak di saat mendengar ayat-ayat Al Quran dan ucapan-ucapan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seketika itu juga dia tahu apa hakikat menisbatkan diri kepada agama ini, maka dia mengemban risalah dakwah dan pergi kepada kabilahnya, ad Daus. Tetapi kaumnya justru tidak menerimanya, bahkan menyakitinya dengan keras, dan mereka mencela nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seburuk-buruknya.

Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaum ad-Daus

Kemudian dia pun kembali kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau untuk mendoakan agar mereka tertimpa keburukan. Lalu rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sang pemilik akhlak mulia, berdo’a,

“Ya Allah berilah petunjuk kepada kaum Daus dan datangkanlah mereka kepadaku.”

Lalu Thufail kembali kepada kaumnya dan akhirnya mereka semuanya masuk Islam dan dating kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara mereka terdapat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ad-Dausi, seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan keislaman mereka pun masuk dalam catatan amal baik Thufail radhiallahu ‘anhu sebagaimana seluruh umat Islam masuk dalam catatan kebaikan al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beramallah untuk Islam Walaupun Anda Pelaku Maksiat

Sebagian muslim merasa tidak mampu memberikan sesuatu kepada Islam karena dia merasa mempunyai kekurangan atau karena dia melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Oleh karena itu, kami mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya jika engkau tidak beramal untuk Islam, maka hal itu semakin menambah dosa baru di dalam daftar dosa-dosamu, maka jangan engkau kira dengan terjatuh dalam perbuatan maksiat engkau mendapatkan cuti untuk tidak berbuat demi Islam. Karena siapakah diantara kita yang tidak berbuat dosa? Semua kita mempunyai dosa.”

Lihatlah Abu Mihjan!

Abu Mijan ats-Tsaqafi radhiallahu ‘anhu adalah orang yang tidak kuat menahan keinginannya jika melihat khamr, sehingga dia sering dihadapkan kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dikenakan kau had. Walaupun demikian, ketika ia mendengar seruan jihad ke Qadisiyah, dia segera bangkit untuk bejihad di bawah pimpinan paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu. Ketika pada hari-hari pertempuran, dia kembali tidak mampu menahan keinginannya ketika melihat khamr, sehingga dia pun meminumnya. Oleh karena itu, Sa’ad menjatuhkan hukuman atasnya dengan menggurungnya dan melarangnya ikut peperangan, karena hukuman had tidak dilaksanakan di daerah musuh.

Ketika ditahan, dia mendengar suara pertempuran yang memanas dan teriakan para ksatria, maka air matanya pun mengalir, karena kedatangannya ke al Qadisiyah adalah untuk mendapatkan kemuliaan mengikuti pertempuran. Ketika itu istri Sa’ad melihatnya, dia pun merasa kasihan terhadap Abu Mihjan. Sedangkan Sa’ad radhiallahu ‘anhu saat it sedang sakit, dan itu adalah sakit terakhir yang membuatnya tidak bisa turun untuk berperan, sehingga dia mengatur peperangan dari tempat tidurnya.

Lalu Abu Mihjan berkata kepada istri Sa’ad, “Wahai Salma, berikan kepadaku kuda Sa’ad, Balqa, dan berikan kepadaku senjata Sa’ad. Demi Allah, jika Allah menakdirkan aku untuk tetap hidup, maka aku akan kembali ke tempat tahanan ini dan aku ikatkan kembali kekang yang mengikat kakiku. Dan jika aku mati, maka itulah yang aku harapkan.” Mendengar ketulusan Abu Mihjan tersebut, istri Sa’ad akhirnya mengabulkan keinginannya.

Dalam Peperangan

Kemudian Abu Mihjan mengenakan penutup wajah, lalu dia turun ke medan jihad. Abu Mihja adalah seorang kstaria yang terkenal dengan keberaniannya. Kemudian, ketika dia turun ke medan pertempuran, Sa’ad melihatnya dan merasa takjub dengan ksatria pemberani tersebut. Sa’ad pun berkata, “Jika saya tidak tahu kalau Abu Mihjan ada di dalam penjara, tentu akan saya katakan bahwa orang itu adalah Abu Mihjan. Jika saya tidak tahu dimana Balqa berada, tentu akan saya katakan bahwa kuda yang ditungganginya adalah si Balqa.”

Mendengar perkataan suaminya, istri Sa’ad pun berkata, “Engkau benar, wahai suamiku. Sesungguhnya dia adalah Abu Mihjan dan kuda yang ditungganginya adalah Balqa.”

Lalu Sa’ad pun menanyakan apa yang terjadi, dan istrinya menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Mendengar penuturan istrinya, Sa’ad pun jatuh kasihan kepada Abu Mihjan.

Ketika peperangan usai, Abu Mihjan kembali ke dalam tahanan dan mengikatkan lagi kekang di kakinya sendiri. Kemudian Sa’ad masuk ke dalam penjara sambil menangis dan melepaskan kekang yang mengikat kaki Abu Mihjan, lalu berkata, “Demi Allah, saya tidak akan menghukummu lagi setelah hari ini.”

Maka Abu Mihjan pun menangis dan berkata, “Dan demi Allah saya tidak akan meminum khamr lagi setelah hari ini.”

Merekalah Orang-Orang yang Memahami Hakikat Memeluk Islam, sehingga Mereka Merealisasikannya di Dalam Kehidupan

Terkadang ada orang yang berkata, “Saya tidak pandai berpidato dan saya tidak bisa menyampaikan ceramah, lalu bagaimana saya bisa mempersembahkan sesuatu untuk Islam?”

Kami katakan kepadanya, “Anda tidak dimnta untuk menjadi penceramah, dan kita tidak menginginkan seluruh umat ini menjadi para ulama, para penceramah, atau para orator di atas mimbar.”

Apa pun Status Anda, Jadilah Muslim Hakiki!

Kami ingin anda merealisasikan hakikat kepemelukan anda terhadap Islam dalam status yang anda jalani. Seorang pelajar yang berprestasi, merealisasikan kepemelukannya terhadap Islam. Seorang tentara dan dokter yang menunaikan amanah mereka, merealisasikan kepemelukan mereka terhadap Islam. Seorang insinyur yang dapat dipercaya atas harta dan proyek-proyek umat Islam, merealisasikan kepemelukannya terhadap Islam. Istri yang ikhlas yang menunaikan tanggung jawabnya, menjaga amanahnya terhadap suami, memotivasinya untuk mencari yang halal, bersedekah, bermurah hati, dan bekerja dengan hati bersih, maka dia telah merealisasikan kepemelukannya terhadap Islam.

Jadilah Seorang Muslim yang Mengemban Cita-cita Islam Di Mana pun Anda Berada!

Sesungguhnya langkah pertama dalam merealisasikan hakikat kepemelukan kepada Islam adalah dengan mengemban cita-cita Islam di dalam hati kita. Kongkretnya adalah dengan memasukkan target-target dan cita-cita Islam di dalam target-target dan cita-cita kita. Jika salah seorang dari kita melakukan langkah pertama ini, maka dia pasti akan melakukan langkah kedua, yaitu meluangkan waktunya untuk mempelajari Islam dengan membaca buku-buku Islam yang benar dan mendengarkan para ulama rabbani serta para da’i yang jujur. Karena sesuatu yang mungkin paling berbahaya bagi seorang dalam mempelajari Islam adalah belajar dari orang yang tidak bertakwa kepada Allah ta’ala, sehingga dia pun belajar ilmu yang menyimpang jauh dari Islam. Oleh karena itu, anda harus mencari ulama-ulama yang rabbani tersebut, dan anda akan menemukannya, karena umat ini selamanya tidak akan pernah kosong dari mereka.

Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Sekelompok umatku akan tetap teguh menunaikan perintah Allah, tidak membahayakan mereka orang-orang yang membiarkan atau menentang mereka, hingga dating keputusan Allah dan mereka masih dalam keadaan demikian.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan mereka. Semoga Allah memberi taufik dan kemuliaan kepada kita untuk beramal demi agama ini, sesungguhnya Dia mahakuasa atas hal itu.

Akhirnya, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.

Muhammad Husain Ya’qub

disadur dari Rabbuka…Madza Yuridu Minka (Edisi Terjemahan: Apa yang Allah Inginkan Darimu?; Penerbit GIP).

Penyadur: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id
Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Senin, 17 Mei 2010

Jangan Biarkan Amalan Berlalu Sia-Sia

Salah satu tujuan utama dalam beramal adalah mendapat pahala dari Allah ta’alla, lantas bagaimana jika amalan yang sangat diharapkan sebagai tabungan diakherat ternyata ‘kopong’ alias sia-sia dan tak tertulis sabagai amalan?
Bagaimana mungkin amalan akan diterima tatkala kita tidak mengetahui cara agar amalan bisa diterima dan mendapat ridho dari Allah? Apalagi jika barometer kesuksesan dalam beramal tatkala mendapat pujian belaka. Tak dapat diragukan lagi walaupun lisan ini mengatakan ‘Aku ikhlas’ namun ikhlas tak semudah hanya ucapan saja dan malahan perlu dicek lagi arti keikhlasannya. Baiklah marilah kita berusaha mengetahui kaidah-kaidah dalam beramal agar amalan kita tidak sia-sia. Dan ingatlah tak ada satu detik waktupun menjadi sia-sia dan berakhir penyesalan jika segera diikuti dengan taubat dan membenahi cara beramal dengan benar.

Amalan tidak lepas dari 2 hal yaitu ikhlas dan ittiba’.

1. Ikhlas adalah niat dalam beramal, dan ikhlas merupakan ruh bagi amalan. Dalilnya,

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap orang itu mendapatkan balasan sesuai dengan yang diniatkannya.” (Muttafaqun’alaihi)
2. Yang kedua adalah ittiba’. Iittiba’ adalah amalan hendaknya dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ittiba’ ini laksana jiwa bagi amalan. Allah ta’ala berfirman,

“Kataknlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran:31)

Kedua syarat tersebut jangan sampai tercecer, karena jika salah satu syarat hilang maka ia tidak benar (bukan amal shalih) dan tidak akan diterima di sisi Allah, diantara dalil yang memperkuat pernyataan tersebut,

“…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (Qs. AL Kahfi: 110)

Tidak Ikhlas Namun Ittiba’

Misalnya, melakukan shalat sesuai dengan rukun-rukun shalat yang telah dicontohkan Rasulullah, namun ditengah perjalanan shalat tersebut, ada orang yang melihat dan hati timbul rasa ingin memperbagus gerakan, memperlama waktu shalat, dll. Nah inilah perlu dipertanyakan keikhlasan shalatnya. Apakah shalat hanya mengharap wajah Allah ataukah disertai pula mengharap pujian orang lain?

Ikhlas Namun Tidak Ittiba’ 


Misalnya, mencari berkah dikuburan, mengkhususkan membaca surat yasin selama 7 hari setelah kematian. Mungkin mereka ikhlas melakukannya, namun sayangnya tidak ada contoh dari Rasulullah dan perbuatan tersebut bisa dikatakan bid’ah.

Pada artikel ini penulis akan lebih memperinci mengenai syarat yang pertama yaitu berkaitan dengan keikhlasan. Hendaknya dalam beramal selain mengetahui syarat-syarat beramal juga mengetahui bagaimana caranya agar dapat mewujudkan syarat-syarat tersebut dengan mudah.

Untuk mewujudkan keikhlasan dalam beramal ada beberapa cara :

1. Do’a. Berdo’alah agar setiap amalan ikhlas karena Allah. Sebagai manusia tak lepas dari riya’, pamer dan suka dipuji. Khalifah besar seperti Umar Ibnul Khattab radhiyallahu’anhum yang merupakan shahabat Rasul dan sudah dijanjikan surga kepadanya pun masih saja berdoa agar ikhlas dalam beramal. “Ya Allah jadikanlah amalku shalih semuanya dan jadikanlah ia ikhlas karena-Mu dan janganlah Engkau jadikan untuk seseorang dari amal itu sedikitpun.”

2. Menyembunyikan amal. Sembunyikan amal seperti menyembunyikan keburukan, seperti perkataan Bisyr Ibnul Harits berkata, “Jangan kau beramal supaya dikenang. Sembunyikanlah kebaikanmu seperti kamu menyembunyikan kejelekanmu.”

3. Memperhatikan amalan mereka yang lebih baik. Bacalah biografi-biografi dari para shahabat, tabi’in serta orang-orang terdahulu, sebagai suri teladan dalam beramal. Karena hidup di jaman sekarang ini terkadang dari penampakan terlihat bagus dan banyak yang meneladani, namun ternyata amalan-amalan bid’ah yang dilakukannya. Na’udzubillahi min dzalik

4. Memandang remeh apa yang telah diamalkan. Terkadang manusia terjebak dengan godaan setan, yaitu melakukan sedikit amal dan merasa kagum dengan sedikit amal tersebut. Dan akibatnya bisa fatal, karena bisa jadi satu amal kebaikan bisa memasukkan manusia ke neraka. Seperti perkataan Sa’d bin Jubair, “Ada seseorang yang masuk surga karena sebuah kemaksiatan yang dilakukannya dan ada yang masuk neraka karena sebuah kebaikan yang dilakukannya. Seseorang yang melakukan maksiat setelah itu ia takut dan cemas terhadap siksa Allah karena dosanya, kemudian menghadap Allah dan Allah mengampuninya karena rasa takutnya kepada-Nya dan seseorang berbuat suatu kebaikan lalu ia senantiasa mengaguminya kemudian ia pun menghadap Allah dengan sikapnya itu maka Allah pun mencampakkannya ke dalam neraka.

5. Khawatir kalau-kalau amalnya tidak diterima. Poin ini berkaitan dengan poin sebelumnya, bahwa lebih baik menganggap remeh amal yang telah diperbuat agar dapat menjaga hati ini dari rasa kagum terhadap amal yang telah diperbuat.

6. Tidak terpengaruh dengan ucapan orang. Orang yang mendapat taufik adalah orang yang tidak terpengaruh dengan pujian orang. Ibnul Jauzy (Shaidul Khaathir) berkata, “Bersikap acuh terhadap orang lain serta menghapus pengaruh dari hati mereka dengan tetap beramal shaleh disertai niat yang ikhlas dengan berusaha untuk menutup-nutupinya adalah sebab utama yang mengangkat kedudukan orang-orang yang mulia.”

7. Senantiasa ingat bahwa surga dan neraka bukan milik manusia. Manusia tidak dapat memberikan manfaat maupun menimpakan bencana kepada manusia, begitu pula manusia bukanlah pemilik surga maupun neraka. Manusia tidak bisa memasukkan manusia lain ke surga dan mengeluarkan manusia lain keluar dari neraka,lantas untuk apalagi beramal demi manusia, agar dipuji atasan, agar disanjung mertua, atau agar datang simpati dari manusia lain?

8. Ingatlah bahwa Anda akan berada dalam kubur sendirian. Jiwa akan menjadi lebih baik tatkala ingat tempat ia kembali. Bahwa ia akan beralaskan tanah dikuburnya sendiri, tak ada yang menemani, ingat bahwa manusia tidak dapat meringankan siksa kuburnya, seluruh urusannya berada ditangan Allah. Ketika itulah ia yakin bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali dengan mengikhlaskan seluruh amalnya hanya kepada Allah Yang Maha Pencipta semata.

Semoga kita senantiasa diberikan kemudahan oleh Allah untuk mengamalkan ilmu dengan disertai keikhlasan dalam mengamalkannya tersebut. Ingatlah bahwa hanya Allah yang dapat membolak-balikkan hati hamba-Nya.

Disusun ulang oleh: Ummu Hamzah Galuh Pramita Sari
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Rujukan:
- Ikhlas Syarat Diterimanya Ibadah, penerbit Pustaka Ibnu Katsir
- Langkah Pasti Menuju Bahagia, penerbit Daar An Naba’
- Sucikan Iman Anda dari Noda Syirik dan Penyimpangan, penerbit Putaka Muslim

Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Apakah masuk neraka dahulu?

Semua Akan Memasuki Neraka ?
Allâh Ta'ala berfirman:

“Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya
(neraka). Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu ketentuan yang sudah
ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa
dan membiarkan orang-orang zhalim di dalam (neraka) dalam keadaan
berlutut.”
(Qs Maryam/19: 71-72)
Penjelasan dari Ayat
Ayat ini (ayat pertama) merupakan kabar berita dari Allâh Ta'ala
kepada seluruh makhluk, baik orang-orang yang shaleh ataupun durhaka,
Mukminin maupun orang kafir. Setiap orang akan mendatangi neraka. Ini
sudah menjadi ketentuan Allâh Ta'ala dan janji-Nya kepada para
hamba-Nya. Tidak ada keraguan tentang terjadinya peristiwa itu dan
Allâh Ta'ala pasti akan merealisasikannya.

Yang perlu diketahui, Ulama ahli tafsir berbeda pendapat mengenai
pengertian kata al-wurûd (mendatangi neraka) dalam ayat tersebut.
Sebagian Ulama menyatakan, maksudnya neraka dihadirkan di hadapan
segenap makhluk, sehingga semua orang akan merasa ketakutan. Setelah
itu, Allâh Ta'ala menyelamatkan kaum muttaqîn (orang-orang yang
bertakwa). Atau menurut penafsiran yang lain, semua makhluk akan
memasukinya. Akan tetapi bagi kaum Mukminin meskipun mereka
memasukinya, neraka akan menjadi dingin dan keselamatan bagi mereka.
Di samping itu, terdapat penafsiran lain yang memaknai kata al-wurûd
dengan mendekati neraka. Dan ada pula yang menafsirkan bahwa maksudnya
adalah panas badan yang dialami kaum Mukminin saat menderita sakit
panas.

Syaikh ‘Abdul Muhsin menyatakan bahwa penafsiran paling populer
mengenai ayat di atas ada dua pendapat. Pertama, semua orang akan
memasuki neraka, akan tetapi kaum Mukminin tidak mengalami bahaya.
Kedua, semua orang akan melewati shirâth (jembatan) sesuai dengan
kadar amal shalehnya. Jembatan ini terbentang di atas permukaan neraka
Jahannam. Jadi, orang yang melewatinya dikatakan telah mendatangi
neraka. Penafsiran ini dinukil Ibnu Katsîr rahimahullâh dari Ibnu
Mas’ûd radhiallâhu'anhu.

Dari dua pendapat ini, Imam Ibnul Abil ‘Izzi rahimahullâh (wafat tahun
792 H) memandang bahwa pendapat kedua itulah yang paling kuat dan
râjih.

Beliau berkata, “Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai pengertian
al-wurûd dalam firman Allah Surat Maryam ayat 71, manakah pendapat
yang benar? Pendapat yang paling jelas dan lebih kuat adalah melintasi
shirâth.”

Untuk menguatkan pendapat ini, Imam Ibnul Abil ‘Izzi rahimahullâh
berhujjah dengan ayat selanjutnya (Qs Maryam/19:72) dan hadits riwayat
Imam Muslim rahimahullâh dalam kitab Shahihnya no. 6354.

Imam Muslim rahimahullâh meriwayatkan dengan sanadnya dari Umm
Mubasysyir radhiallâhu'anha, ia mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wassallam bersabda saat berada di samping Hafshah radhiallâhu'anha,
“Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah berbaiat di bawah
pohon (ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah, red) yang akan masuk
neraka”.

Hafshah (dengan merasa heran) berkata, “Mereka akan memasukinya wahai
Rasulullah”.

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassallam pun menyanggahnya. Kemudian Hafshah
radhiallâhu'anha berdalil dengan membaca ayat di atas (Qs Maryam/19:
71).

(Mendengar ini) Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassallam kemudian
(mendudukkan masalah seraya) bersabda:

“Sungguh Allah telah berfirman setelahnya: Kemudian Kami akan
menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang
zhalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut)”. (Qs Maryam/19: 72)

Usai mengetengahkan hadits di atas, Imam Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullâh
mengatakan bahwa Beliau (Rasulullah) Shallallahu 'Alaihi Wassallam
mengisyaratkan (dalam hadits tersebut) bahwa maksud al-wurûd
(mendatangi neraka) tidak mesti memasukinya.

Selamatnya (seseorang) dari mara bahaya tidak mesti ia telah
mengalaminya. Seperti halnya seseorang yang dikejar musuh yang hendak
membunuhnya, namun musuh tidak sanggup menangkapnya, maka untuk orang
yang tidak tertangkap ini bisa dikatakan Allah telah menyelamatkannya.

Sebagaimana Allâh Ta'ala berfirman yang artinya:

"Dan ketika adzab Kami datang, Kami selamatkan Hûd..." (Qs. Hûd /11:58),
"Maka ketika keputusan Kami datang, Kami selamatkan Saleh..." (Qs. Hûd /11:66),
"Maka ketika keputusan Kami datang, Kami selamatkan Syu’aib..." (Qs. D /11:94).

Siksa Allâh Ta'ala tidak ditimpakan kepada mereka, akan tetapi menimpa
orang selain mereka. Jika tidak ada faktor-faktor keselamatan yang
Allâh Ta'ala anugerahkan bagi mereka secara khusus, niscaya siksa akan
menimpa mereka juga. Demikian pula pengertian al-wurûd (mendatangi
neraka), maksudnya adalah orang-orang akan melewati neraka dengan
melintasi shirâth, kemudian Allâh Ta'ala menyelamatkan orang-orang
yang bertakwa dan membiarkan orang-orang zhalim di neraka dalam
keadaan berlutut”

Senada dengan keterangan di atas, sebelumnya Imam Nawâwi rahimahullâh
(wafat tahun 676 H) pun merâjihkan arti kata al-wurûd adalah
menyeberangi shirâth. Beliau rahimahullâh berkata saat menerangkan
hadits Umm Mubasysyir radhiallâhu'anha: “Yang benar, maksud al-wurûd
(mendatanginya) dalam ayat (Qs Maryam/19:71) adalah melewati shirâth.
Shirâth adalah sebuah jembatan yang terbentang di atas neraka Jahanam.
Para penghuni neraka akan terjatuh ke dalamnya. Sementara selain
mereka akan selamat”.

Dalam kitab al-Jawâbuss Shahîh (1/228), Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah
rahimahullâh juga merâjihkan bahwa pengertian al-wurûd adalah
menyeberangi shirâth.

Syaikh Abu Bakar al-Jazairi hafizhahullâh juga memilih pendapat ini
dalam tafsirnya.


Orang-orang yang Bertakwa Selamat Melintasi Shirâth

Allâh Ta'ala menyelamatkan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya sesuai
dengan amal mereka. Amal shaleh akan sangat berpengaruh dalam proses
melewati shirâth. Semakin banyak amal shaleh seseorang di dunia, maka
ia akan semakin cepat menyeberanginya.

Syaikh as-Sa’di rahimahullâh mengatakan: “Orang-orang menyeberanginya
sesuai dengan kadar amaliahnya (di dunia). Sebagian melewatinya
secepat kedipan mata, atau secepat angin, atau secepat jalannya kuda
terlatih atau seperti kecepatan larinya hewan ternak. Sebagian
(menyeberanginya) dengan berlari-lari, berjalan atau merangkak.
Sebagian yang lain tersambar dan terjerumus jatuh di dalam neraka.
Masing-masing sesuai dengan kadar ketakwaannya. “

Sebagaimana Allâh Ta'ala berfirman yang artinya “Kemudian Kami akan
menyelamatkan orang-orang yang bertakwa (kepada Allah Ta'ala dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya) dan membiarkan
orang-orang zhalim (yang menzhalimi diri mereka sendiri dengan
kekufuran dan maksiat) di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut.”

Semoga Allâh Ta'ala dengan Rahmat dan Kasih-Nya berkenan menyelamatkan
kita sekalian dari neraka.


Pelajaran Dari Ayat
Mengandung penetapan kewajiban mengimani keberadaan neraka.
Penetapan kewajiban mengimani shirâth.
Penetapan kepastian menyeberangi jembatan di atas neraka.
Ketetapan Allâh Ta'ala pasti terjadi.
Orang-orang bertakwa akan selamat dari siksa neraka.
Orang-orang fâjir (berbuat jahat) akan binasa karena kesyirikan dan
maksiat mereka.

Wallâhu a’lam.

Penulis : Ustadz ‘Ashim bin Musthafa, Lc
Majalah As-Sunnah Edisi 09/Thn. XIII/Dzulhijjah 1430H/Desember 2009M)
Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Rabu, 12 Mei 2010

Istriku Bukan Bidadari, Tapi Aku Pun Bukan Malaikat

Alhamdulillah, salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.

Anda telah berkeluarga? Bagaimana pengalaman Anda selama mengarungi bahtera rumah tangga? Semulus dan seindah yang Anda bayangkan dahulu?

Mungkin saja Anda menjawab, “Tidak.”

Akan tetapi, izinkan saya berbeda dengan Anda, “Ya,” bahkan lebih indah daripada yang saya bayangkan sebelumnya.
Saudaraku, kehidupan rumah tangga memang penuh dengan dinamika, lika-liku, dan pasang surut. Kadang Anda senang, dan kadang Anda bersedih. Tidak jarang, Anda tersenyum di hadapan pasangan Anda, dan kadang kala Anda cemberut dan bermasam muka.

Bukankah demikian, Saudaraku?

Berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam rumah tangga senantiasa menghiasi hari-hari Anda. Semakin lama umur pernikahan Anda, maka semakin berat dan bertambah banyak perjuangan yang harus Anda tunaikan.

Tanggung jawab terhadap putra-putri, pekerjaan, karib kerabat, masyarakat, dan lain sebagainya.

Di antara tanggung jawab yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan Anda ialah tanggung jawab terhadap pasangan hidup Anda.

Sebelum menikah, sah-sah saja Anda sebagai calon suami membayangkan bahwa pasangan hidup Anda cantik rupawan, bangsawan, kaya raya, patuh, pandai mengurus rumah, penyayang, tanggap, sabar, dan berbagai gambaran indah.

Bukankah demikian, Saudaraku?

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Biasanya, seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Al-Qurthubi menjelaskan makna hadits ini dengan berkata, “Empat pertimbangan inilah yang biasanya mendorong seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Dengan demikian, hadits ini sebatas kabar tentang fakta yang terjadi di masyarakat, dan bukan perintah untuk menjadikannya sebagai pertimbangan. Secara tekstual pun, hadits ini menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi seorang wanita dengan keempat pertimbangan itu. Akan tetapi, hendaknya pertimbangan agama lebih didahulukan.”

Keterangan al-Qurthubi ini semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

‘Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara. Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan. Akan tetapi, hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya. Sungguh, seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi ia patuh beragama, lebih utama dibanding mereka semua.’” (Hr. Ibnu Majah; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits yang lemah)

Akan tetapi, sekarang, setelah Anda menikah, terwujudkah seluruh impian dan gambaran yang dahulu terlukis dalam lamunan Anda?

Bila benar-benar seluruh impian Anda terwujud pada pasangan hidup Anda, maka saya turut mengucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat. Bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati atau kecewa.

Saudaraku, besarkan hati Anda, karena nasib serupa tidak hanya menimpa Anda seorang, tetapi juga menimpa kebanyakan umat manusia.

عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ

Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Banyak lelaki yang berhasil menggapai kesempurnaan, sedangkan tidaklah ada dari wanita yang berhasil menggapainya kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya, kelebihan Aisyah dibanding wanita lainnya bagaikan kelebihan bubur daging [1] dibanding makanan lainnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Saudaraku, berbahagia dan berbanggalah dengan pasangan hidup Anda, karena pasangan hidup Anda adalah wanita terbaik untuk Anda!

Anda tidak percaya? Silakan Anda membuktikannya. Bacalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, lalu terapkanlah pada istri Anda.

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia puas dengan perangainya yang lain.” (Hr. Muslim)

Saudaraku, Anda kecewa karena istri Anda kurang pandai memasak? Tidak perlu khawatir, karena ternyata istri Anda adalah penyayang.

Anda kurang puas dengan istri Anda yang kurang pandai mengurus rumah dan kurang sabar? Tidak usah berkecil hati, karena ia begitu cantik rupawan.

Anda berkecil hati karena istri Anda kurang cantik? Segera besarkan hati Anda, karena ternyata istri Anda subur sehingga Anda mendapatkan karunia keturunan yang shalih dan shalihah. Coba Anda bayangkan, betapa besar penderitaan Anda bila Anda menikahi wanita cantik akan tetapi mandul.

Demikianlah seterusnya.

Tidak etis dan tidak manusiawi bila Anda hanya pandai mengorek kekurangan istri, namun Anda tidak mahir dalam menemukan kelebihan-kelebihannya. Buktikan Saudaraku, bahwa Anda benar-benar seorang suami yang berjiwa besar, sehingga Anda peka dan lihai dalam membaca kelebihan pasangan Anda.

Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya. Aisyah mengisahkan,

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى . قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ: قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ

“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan, Aisyah bertanya, ‘Darimana engkau dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Adapun bila engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah, ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’” (Muttafaqun ‘alaihi)

Demikianlah teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau begitu peka dengan suasana hati istrinya, sehingga beliau bisa membaca isi hati istrinya dari ucapan sumpahnya. Walaupun Aisyah berusaha untuk menyembunyikan isi hatinya, tetap bermanis muka, senantiasa berada di sanding Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbicara seperti biasa, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menebak suasana hatinya dari perubahan cara bersumpahnya. Luar biasa, perhatian, kejelian, dan kepekaan yang tidak ada bandingnya.

Tidak mengherankan, bila beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Orang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik dalam memperlakukan istrinya, dan aku adalah orang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan istriku.” (Hr. At-Tirmidzi)

Bagaimana dengan Anda, Saudaraku? Dengan apa Anda dapat mengenali dan meraba suasana hati pasangan Anda?

Saudaraku, tidak ada salahnya bila sejenak Anda kembali memutar lamunan dan gambaran tentang istri ideal dan idaman yang pernah singgah dalam benak Anda. Selanjutnya, bandingkan gambaran istri idaman Anda dengan gambaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kaum wanita berikut ini,

الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ

“Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah, dan bila engkau bersenang-senang dengannya, niscaya engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan ia adalah bengkok.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعُ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ

“Tidak mungkin istrimu kuasa bertahan dalam satu keadaan. Sesungguhnya, wanita itu bak tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah. Adapun bila engkau biarkan begitu saja, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, (tetapi hendaklah engkau ingat) ia adalah bengkok.” (Hr. Ahmad)

Nah, sekarang, silakan Anda mengorek memori Anda tentang wanita pendamping hidup Anda. Temukan berbagai kelebihan padanya, dan selanjutnya tersenyumlah, karena ternyata istri Anda memiliki banyak kelebihan.

Lalu, bila pada suatu hari Anda merasa tergoda oleh kecantikan wanita lain, maka ketahuilah bahwa sesuatu yang dimiliki oleh wanita itu ternyata juga telah dimiliki oleh istri Anda. Maka, bergegaslah untuk membuktikan hal ini pada istri Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا

“Bila engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu! Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)

Demikianlah caranya agar Anda dapat senantiasa puas dan bangga dengan pasangan hidup Anda. Anda selalu dapat merasa bahwa ladang Anda tampak hijau, sehijau ladang tetangga, dan bahkan lebih hijau.

Selamat berbahagia dengan pasangan hidup yang telah Allah karuniakan kepada Anda. Semoga Allah memberkahi bahtera rumah tangga Anda.

Sebaliknya, sebagai calon istri, Anda juga berhak untuk mendambakan pasangan hidup yang tampan, gagah, kaya raya, pandai, berkedudukan tinggi, penuh perhatian, setia, penyantun, dermawan, dan lain sebagainya.

Betapa indahnya gambaran rumah tangga Anda, dan betapa istimewanya pasangan hidup Anda, andai gambaran Anda ini dapat terwujud. Bukankah demikian, Saudariku?

Saudariku, setelah Anda menikah, benarkah seluruh kriteria suami ideal yang pernah menghiasi lamunan Anda ini terwujud pada pasangan hidup Anda?

Bila benar terwujud, maka saya ucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat, dan bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati.

Besarkan hatimu, wahai Saudariku! Percayalah, bahwa pada pasangan hidup Anda ternyata terdapat banyak kelebihan.

Bila selama ini, Saudari ciut hati karena suami Anda miskin harta, maka tidak perlu khawatir, karena ia penuh dengan perhatian dan tanggung jawab.

Bila selama ini, Saudari kecewa karena suami Anda ternyata kurang tampan, maka percayalah bahwa ia setia dan bertanggung jawab.

Andai selama ini, Saudari kurang puas karena suami Anda kurang perhatian dengan urusan dalam rumah, tetapi ia begitu membanggakan dalam urusan luar rumah.

Juga, andai selama ini, sikap suami Anda terhadap Anda kurang simpatik, maka tidak perlu hanyut dalam duka dan kekecawaan, karena ia masih punya jasa baik yang tidak ternilai dengan harta. Ternyata, selama ini, suami Anda telah menjaga kehormatan Anda, menjadi penyebab Anda merasakan kebahagiaan menimang putra-putri Anda.

Saudariku, Anda tidak perlu hanyut dalam kekecewaan karena suatu hal yang ada pada diri suami Anda. Betapa banyak kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Berbahagia dan nikmatilah kedamaian hidup rumah tangga bersamanya.

Berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap suatu perangai suami Anda dapat menghancurkan segala keindahan dalam rumah tangga Anda. Bukan hanya hancur di dunia, bahkan berkelanjutan hingga di akhirat kelak.

Saudariku, simaklah peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Agar anda dapat menjadikan bahtera rumah tangga Anda seindah dambaan Anda.

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ، قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Aku diberi kesempatan untuk menengok ke dalam neraka, dan ternyata kebanyakan penghuninya ialah para wanita, akibat ulah mereka yang selalu kufur/ingkar.” Spontan, para shahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud adalah mereka kufur/ingkar kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka terbiasa ingkar terhadap perilaku baik, dan ingkar terhadap jasa baik. Andai engkau berbuat baik kepada mereka seumur hidupmu, lalu ia mendapatkan suatu hal padamu, niscaya mereka begitu mudah berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun darimu.’” (Muttafaqun ‘alaihi)

Anda mendambakan kebahagian dalam rumah tangga?

Temukanlah bahwa kebahagian hidup dan berumah tangga terletak pada genggaman tangan suami Anda. Pandai-pandailah membawa diri, sehingga suami Anda rela membentangkan kedua telapak tangannya, dan memberikan kebahagian berumah tangga kepada Anda.

Percayalah Saudariku, suami Anda adalah pasangan terbaik untuk Anda.

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Bila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, menjaga kesucian dirinya, dan taat kepada suaminya, niscaya kelak akan dikatakan kepadanya, ‘Silakan engkau masuk ke surga dari pintu mana pun yang engkau suka.’” (Hr. Ahmad dan lainnya)

Tidakkah Anda mendambakan termasuk orang-orang mukminah yang mendapatkan kebebasan masuk surga dari pintu yang mana pun?

Kunci Keberhasilan Rumah Tangga

Saudaraku, mungkin selama ini Anda bersama pasangan hidup Anda, terus berusaha mencari pola rumah tangga yang dapat mendatangkan kebahagiaan untuk Anda berdua.

Anda berhasil menemukannya?

Bila Anda berhasil, maka saya ucapkan selamat berbahagia. Adapun bila belum, maka segera temukan kunci keberhasilan rumah tangga Anda pada firman Allah berikut,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 228)

Hak pasangan Anda setimpal dengan kewajiban yang ia tunaikan kepada Anda. Semakin banyak Anda menuntut hak Anda, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus Anda tunaikan untuknya.

Shahabat Abdullah bin ‘Abbas memberikan contoh nyata dari aplikasi ayat ini dalam rumah tangganya. Pada suatu hari, beliau berkata, “Sesungguhnya, aku senang untuk berdandan demi istriku, sebagaimana aku pun senang bila istriku berdandan demiku, karena Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.’

Aku pun tidak ingin menuntut seluruh hakku atas istriku, karena Allah juga telah berfirman,

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

‘Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.’” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan ath-Thabari)

Bagaimana dengan dirimu, wahai saudara dan saudariku? Kapankah Anda berdandan? Ketika sedang berada di rumah atau ketika hendak keluar rumah? Selama ini, sejatinya, untuk siapa Anda berdandan? Benarkah Anda berdandan untuk pasangan Anda, ataukah Anda berdandan dan tampil menawan untuk orang lain?

Saudaraku, bahu-membahu, saling melengkapi kekurangan, dan saling pengertian adalah salah satu prinsip dasar dalam membangun rumah tangga. Tidak layak bagi Anda untuk berperan sebagai penonton setia ketika pasangan Anda sedang mengerjakan pekerjaannya. Usahakan sebisa Anda untuk turut menyelesaikan pekerjaannya. Demikianlah, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dalam rumah tangga beliau.

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,

كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sebagian pekerjaan istrinya, dan bila beliau mendengar suara azan dikumandangkan, maka beliau bergegas menuju ke mesjid.” (Hr. Bukhari)

Constance Gager, ketua studi sekaligus asisten profesor di Montclair State University, Montclair, New Jersey, mengadakan penelitian tentang hubungan perilaku suami-istri dengan keromantisan dalam bercinta. Ia mengelompokkan para suami yang menjadi objek penelitiannya ke dalam dua kelompok.

Kelompok pertama adalah suami-suami yang tidak peduli dan jarang membantu pekerjaan istri. Kelompok kedua adalah suami-suami yang sering turut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga istri.

Hasilnya luar biasa! Suami di kelompok kedua, yaitu yang sering membantu pekerjaan istrinya, terbukti lebih romantis dan lebih sering memadu cinta dengan pasangannya. Hubungan yang harmonis dan indah, begitu kental dalam rumah tangga mereka.

Sejatinya, penemuan ini bukanlah hal baru, karena secara logika, suami yang dengan rendah hati membantu pekerjaan istrinya pastilah lebih dicintai oleh istrinya. Tentunya, ini memiliki hubungan erat dengan keromantisan suami-istri dalam bercinta.

Sebaliknya, istri yang peduli dengan pekerjaan suami, pun akan mengalami hal yang sama.

Nah, bagaimana dengan diri Anda, wahai Saudaraku?

Selamat membuktikan resep manjur ini! Semoga berbahagia, dan hubungan Anda berdua semakin romantis dan harmonis.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis: Ustadz Arifin Badri, Lc., M.A.

===
catatan kaki:
[1] Para ulama pensyarah hadits menjelaskan bahwa bubur daging adalah makanan paling istimewa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih-lebih bubur daging mudah pembuatannya dan selanjutnya mudah pula menelannya.

Sumber:

PengusahaMuslim.com
Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Selasa, 11 Mei 2010

MANHAJ AHLUS SUNNAH MENGHADAPI PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN



PERINTAH UNTUK MENTAATI PEMIMPIN DALAM KEBAIKAN

[1] Allah Subhanahu Ta'ala berfirman: "....Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan kepada Ulil Amri di kalangan kamu..." [QS An-Nisa': 59]

[2] Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Diwajibkan mendengar dan taat (kepada pemimpin) ke atas setiap muslim sama ada dalam hal yang dia suka atau benci selagi mana dia tidak diperintah untuk melakukan maksiat. Jika dia diperintah melakukan maksiat maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat." [HR Bukhari (no. 7144)]

[3] Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dengarkan dan taatilah (pemimpinmu) walaupun yang berkuasa atas kalian adalah seorang hamba Habsyi (kulit hitam) yang seakan-akan kepalanya seperti kismis." [HR Bukhari (no. 693, 696, 7142), Ibnu Majah (no. 2860) dari Sahabat Anas]

[4] Sabda Rasulullah: "Dengar dan taatilah pemimpinmu walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas. Maka dengar dan taatlah!"[HR Muslim (no. 1847 (52))]

[5] Rasulullah bersabda: "Barangsiapa taat kepadaku, bererti ia telah taat kepada Allah, dan barangsiapa menderhakaiku, bererti ia telah derhaka kepada Allah. Barangsiapa taat kepada pemimpinnya, bererti ia telah taat kepadaku, dan barangsiapa yang derhaka kepada pemimpinnya, bererti ia telah derhaka kepadaku." [HR Bukhari (no. 2957, 7137), Muslim (no. 1835 (32))]

WAJIB TAAT DAN PATUH KEPADA PEMIMPIN SEKALIPUN MEREKA FASIQ, JAHAT DAN ZALIM

[1] Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dengan katanya: Kami pernah bertanyakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Kami tidak bertanyakan engkau tentang ketaatan kepada orang yang bertakwa, akan tetapi tentang ketaatan terhadap 'orang yang melakukan ini dan itu' yakni keburukan." Lalu baginda bersabda: "Bertakwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu dengar dan patuh (kepada pemimpin)." [Riwayat Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitabus Sunnah (2/508)]

[2] Ibn Abil 'Iz al-Hanafi berkata: "Adapun kemestian ketaatan kepada pemimpin sekalipun mereka zalim, adalah kerana tindakan sebaliknya akan menyebabkan kerosakan yang lebih dahsyat berbanding dengan kezaliman yang mereka lakukan. Sebaliknya bersabar atas kezaliman itu pula akan membendung kejahatan dan mendatangkan pahala yang beganda." [Syarah Aqidah At-Thohawiyah (2/543), Lih. Fiqhus Siyasah As-Syar'iyah oleh Khalid Al-Anbari, Telaga Biru, hal 77]

SABAR MENGHADAPI PEMIMPIN

[1] Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesiapa yang melihat sesuatu yang dibencinya pada pemimpinnya, maka hendaklah dia bersabar kerana tidaklah seseorang itu memisahkan dirinya dari jamaah walau sejengkal lalu dia mati, melainkan dia mati dalam keadaan jahiliyah." [HR Bukhari (no. 7143)]


LARANGAN MEMBERONTAK KEPADA PEMIMPIN

[1] "Sesungguhnya akan diangkat atas kamu pemimpin-pemimpin. Di antara mereka ada yang kamu akui dan ada yang kamu ingkari. Barangsiapa membencinya, maka ia telah terbebas, dan barangsiapa mengingkari (perbuatannya), maka ia telah selamat. Namun barangsiapa yang rela dan mengikutinya (maka tidak selamat)." Para Sahabat bertanya: "Wahai, Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka?" Baginda menjawab: "Tidak, selama mereka mendirikan solat." [HR Muslim (no. 1854 (63)), Abu Daud (no. 4760, 4761), At-Tirmidzi (no. 2265) dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha]

[2] "Sebaik-baik pemimpinmu adalah pemimpin yang kamu cintai dan mereka mencintai kamu, yang mereka mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka. Seburuk-buruk pemimpin kamu adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka membenci kamu, yang kamu laknat dan mereka melaknat kamu. Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang?" Beliau menjawab: "Tidak, selama mereka mendirikan solat. Jika kamu melihat dari pemimpin kamu sesuatu yang kamu tidak sukai, bencilah perbuatannya (sahaja) namun janganlah keluar dari ketaatan kepadanya." [HR Muslim (no. 1855 (65)), ad-Darimi (no. 2793), Ahmad (VI/24, 28), Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitaabus Sunnah (no. 1071)]

[3] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata: "Orang yang memberontak kepada pemimpin pasti menimbulkan kerosakan yang lebih besar daripada kebaikan akibat daripada perbuatannya." [Minhaajus Sunnah (XXII/241)]

LARANGAN MENGHINA DAN MENGAIBKAN PEMIMPIN

[1] Ziyad bin Kusaib al-'Adawi berkata, saya bersama Abi Bakrah radhiyallahu 'anhu di bawah mimbar Ibn 'Amir yang saat itu sedang memberi khutbah. Dia memakai pakaian yang sangat nipis. Lalu Abu Bilal berkata: "Lihatlah pemimpin kami itu, dia memakai pakaian orang fasiq!" Abi Bakrah menjawab: Diamlah kamu! Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesiapa yang menghina pemimpin Allah di bumi maka Allah akan menghinanya (di Hari Akhirat)." [Riwayat At-Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 2224]

[2] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mencela orang Islam adalah kefasiqan dan membunuhnya adalah kekufuran." [HR Bukhari (no. 48), Muslim (no. 116) dari Abdullah bin Mas'ud]

KAEDAH DALAM MENASIHATI PEMIMPIN

[1] 'Iyadh bin Ghanm berkata, Rasulullah bersabda: "Sesiapa yang ingin menasihati pemerintah dalam sesuatu urusan, janganlah dia melakukannya secara terang-terangan. Akan tetapi hendaklah dia mengambil tangan pemerintah tersebut dan ajaklah (nasihatilah) dia secara tersembunyi. Jika dia (pemerintah) menerima (nasihat) maka itulah yang diharap-harapkan. Jika dia tidak menerima (nasihat) maka sesungguhnya dia (pemberi nasihat) telah melaksanakan tanggungjwabnya." [HR Ahmad (no. 15333), Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitabus Sunnah]

[2] Ketika Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhu ditanya orang: "Sekiranya engkau menemui fulan (maksud mereka adalah Usman Bin Affan Radhiyallahu 'anhu), bagaimana engkau berbicara dengannya?" Usamah menjawab: "Sesungguhnya engkau pasti akan lihat bahawa aku tidak akan berkata kepadanya kecuali apa yang aku perdengarkan (aku katakan) kepada kamu, sesungguhnya aku berbicara dengannya sewaktu ketiadaan orang. Aku tidak mahu membuka sesuatu pintu (perkara atau rahsia) yang mana dengan sebab itu aku menjadi orang pertama yang membukanya." [HR Bukhari, Muslim].

* Kita katakan: Inilah manhaj yang benar dalam menasihati pemimpin, iaitu tidak dengan cara terang-terangan, apalagi menyebarkannya (kesalahan) di media-media, di mimbar-mimbar dan di khalayak umum. Tetapi dengan cara bersemuka (empat mata) dengan pemimipin, atau dengan mengutus surat, atau dengan mengutus seseorang yang rapat dengan pemimpin. Lihatlah bagaimana indahnya kaedah yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita. Akan tetapi tidak sedikit yang meninggalkan sunnah ini, kerana lebih mengunggulkan hawa nafsu, emosi dan akal semata!!. Wallahu Ta'ala A'lam.

MENDOAKAN KEBAIKAN KEPADA PEMIMPIN

[1] Fudhail bin 'Iyadh berkata: "Seandainya saya mempunyai doa yang mustajab, pasti tidak akan saya panjatkan melainkan hanya untuk pemimpin. Kita diperintahkan agar mendoakan kebaikan bagi mereka dan kita tidak diperintahkan untuk mendoakan keburukan bagi mereka walaupun mereka jahat dan zalim. Sebab kezaliman dan kejahatannya hanya akan menimpa diri mereka sendiri, sedangkan kebaikan mereka untuk dirinya sendiri dan kaum Muslimin." [Al-Wajiiz fii 'Aqiidatis Salafish Shaalih, Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 190]

[2] Al-Hassan al-Bashri rahimahullah berkata: "Ketahuilah mudah-mudahan Allah mengampuni Anda bahawa kejahatan para pemimpin itu merupakan salah satu bentuk murka Allah Ta'ala. Murka Allah itu tidak dapat dihadapi dengan pedang, tetapi dapat dicegah dan dirolak dengan doa, taubat, kembali ke jalan Allah, dan menjauhkan diri daris segala dosa. Sesungguhnya jika murka Allah dihadapi dengan pedang, murka tersebut akan menjadi lebih parah." [Al-Wajiiz fii 'Aqiidatis Salafish Shaalih, hal. 190]

SIKAP PARA SALAFUS SOLEH TERHADAP PEMIMPIN

[1] Zaid bin Wahab telah berkata: "Setelah Ustman Radhiyallahu 'anhu mengutuskan kepada Ibnu Mas'ud perintah supaya datang ke kota Madinah, orang ramai datang mengerumuninya dan berkata, 'Tuan tinggallah di sini, jangan keluar, kami akan menjaga tuan daripada perkara yang tidak diingini.' Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu berkata: 'Telah menjadi kewajipanku mematuhi arahan Amirul Mukminin, sesungguhnya kalau berlaku perkara buruk dan fitnah, aku tidak mahu menjadi orang pertama yang memulakannya.' Orang ramai pun beredar dan keluarlah Ibnu Mas'ud menemui Saidina Ustman di Madinah." [Nuzhat al-Fudhala' (1/84), Lih. Fiqhus Siyasah As-Syar'iah, hal 78]

[2] Hamid bin Hilal meriwayatkan, katanya: "Zaid bin Suhan telah menemui Saidina Ustman seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, bertolak ansurlah agar hamba rakyat juga bertolak ansur, luruskan pendirianmu nescaya mereka akan lurus." Kata Utsman: "Adakah engkau seorang yang patuh dan taat?" Jawabnya: "Ya." Lalu Utsman berkata: "Sila berpindah ke Syam." Lalu Zaid menceraikan isterinya dan berpindah ke Syam sebagaimana yang diperintahkannya." [Nuzhat al-Fudhala' (1/308)]

Posted by Abu Harits
Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Senin, 10 Mei 2010

Terapi Penyakit Suka Sesama Jenis

Maha Suci Allah Yang telah setiap makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan. Ketentuan ini berlaku pada seluruh makhluq-Nya, tidak terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan pula obatnya.

Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

(لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. )

“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

Dalam setiap proses pengobatan, langkah pertama yang akan ditempuh oleh dokter atau tenaga medis adalah mengadakan diagnotis. Diagnotis bertujuan mengetahui penyebab penyakit yang sedang diderita. Dalam dunia medis moderen, diagnotis dapat ditempuh dengan berbagai cara, dimulai dari wawancara dengan pasient, hingga dengan test laboratoris dengan menggunakan tekhnologi canggih.

Dan dalam ilmu pengobatan yang diajarkan dalam syari’at, Islam telah memudahkan proses pengobatan dengan cara mengajarkan kepada umatnya hasil diagnotis yang benar-benar aktual. Allah Ta’ala yang menurunkan penyakit, telah mengabarkan kepada kita bahwa di antara penyebab datangnya penyakit adalah perbuatan dosa kita sendiri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri.” (QS. As Syura 30).

Abu Bilaad yang terlahir dalam keadaan buta bertanya kepada Al ‘Alaa’ bin Bader, bagaimana penerapan ayat ini pada dirinya, padahal ia menderita buta mata sejak dalam kandungan ibunya?

Jawaban Al ‘Ala’ bin bader sangat mengejutkan, ia berkata: “Itu adalah akibat dari dosa kedua orang tuamu.”([1])

Singkat kata, penyakit yang menimpa kita, tidak terkecuali penyakit suka sesama jenis sangat dimungkinkan adalah akibat dari perbuatan dosa, baik dosa yang kita lakukan atau yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitar kita.

Diagnosa:

Berikut beberapa perbuatan dosa atau kesalahan yang mungkin pernah dialami oleh orang yang dihinggapi penyakit suka sesama jenis:

1. Nama yang tidak menunjukkan akan identitas.

Di antara kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh kedua orang tua ialah memilihkan nama yang bagus untuk anaknya. Bukan sekedar bagus ketika didengar atau diucapkan. Akan tetapi bagus dari segala pertimbangan, dari makna, nilai sejarahnya. Di antara pertimbangan nama yang baik adalah dapat menunjukkan akan identitas, baik identitas agama ataupun jenis kelamin. Oleh karena itu banyak ulama’ yang mencela penggunaan nama-nama yang terkesan lembut bagi anak lelaki.

Ibnu Qayyim berkata, “Ada hubungan keserasian antara nama dan pemiliknya. Sangat jarang terjadi ketidak serasian antara nama dan pemiliknya. Yang demikian itu karena setiap kata adalah pertanda akan makna yang terkandung di dalamnya, dan nama adalah petunjuk akan kepribadian pemiliknya. Bila engkau merenungkan julukan seseorang, niscaya makna dari julukan tersebut ada padanya. Sehingga nama yang buruk adalah pertanda bahwa jiwa pemiliknya adalah buruk. Sebagaimana wajah yang buruk, pertanda bagi buruknya jiwa seseorang.”([2])

Oleh karena itu, bila orang yang ditimpa penyakit suka sesama jenis memiliki nama yang kurang menunjukkan akan jati dirinya, hendaknya segera merubah namanya, sehingga lebih menunjukkan akan jati dirinya sebagai seorang lelaki atau wanita.

2. Peranan pakaian dan perhiasan.

Islam melarang kaum lelaki untuk menyerupai kaum wanita, baik dalam pakaian, perhiasan, perilaku atau lainnya, dan demikian juga sebaliknya.

لَعَنَ النبي e الْمُخَنَّثِينَ من الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ من النِّسَاءِ وقال: (أَخْرِجُوهُمْ من بُيُوتِكُمْ). متفق عليه

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknati lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki, dan beliau bersabda: Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian.” (Muttafaqun’alaih)

Berdasarkan hadits ini, kaum lelaki dilarang untuk mengenakan pakaian dan perhiasan yang merupakan ciri khas kaum wanita, dan demikian juga sebaliknya. Sebagaimana kaum lelaki juga dilarang untuk menyerupai suara, cara berjalan, dan seluruh gerak-gerik kaum wanita, demikian juga sebaliknya.([3])

Oleh karena itu diharamkan atas kaum lelaki untuk mengenakan perhiasan emas dan pakaian yang terbuat dari sutra. Ini semua karena kedua hal itu merupakan perhiasan yang dikhususkan untuk kaum wanita.

(حرم لباس الحرير والذهب على ذكور أمتي وأحل لأناثهم) رواه الترمذي والنسائي وصححه الألباني

“Diharamkan pakaian sutra dan perhiasan emas atas kaum lelaki dari umatku dan dihalalkan atas kaum wanita mereka” (HR. At Tirmizy, An Nasa’i dan dishohihkan oleh Al Albani)

Para ulama’ menjelaskan hikmah dari larangan ini, bahwa perhiasan emas dan pakaian sutra dapat mempengarui kepribadian lelaki yang mengenakannya. Bahkan Ibnul Qayyim menyatakan bahwa biasanya orang yang mengenakan perhiasan emas atau pakaian sutra memiliki perilaku yang menyerupai perilaku kaum wanita. Kedua hal ini akan terus menerus melunturkan kejantanan lelaki yang mengenakannya, hingga pada akhirnya akan menjadi sirna, dan berubah menjadi kebancian. Oleh karena itu, pendapat yang lebih benar adalah: diharamkan atas orang tua untuk mengenakan kepada anak lelakinya perhiasan emas atau pakaian sutra, agar kejantanan anak tersebut tidak terkikis.([4])

Bukan hanya sebatas dalam penampilan belaka, bahkan ketika sedang sholat pun kaum lelaki dilarang untuk menyerupai wanita.

(يا أَيُّهَا الناس ما لَكُمْ حين نَابَكُمْ شَيْءٌ في الصَّلَاةِ أَخَذْتُمْ في التَّصْفِيقِ إنما التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ من نَابَهُ شَيْءٌ في صَلاتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ) متفق عليه

“Wahai sahabatku, mengapa ketika mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat kalian bertepuk tangan. Sesungguhnya tepuk tangan hanya dibolehkan bagi kaum wanita. Barang siapa (dari kaum lelaki) mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat, hendaknya ia mengucapkan : “Subhanallah”.” (Muttafaqun ‘alaih)

Syari’at untuk membedakan diri dari lawan jenis ini juga ditekankan kepada kaum wanita, sehingga mereka dilarang melakukan hal-hal yang menyerupai kaum lelaki dan dianjurkan untuk melakukan hal-hal yang selaras dengan kewanitaannya. Di antara hal yang dapat menunjukkan identitas kewanitaan seseorang ialah dengan cara merubah warna kuku jari jemarinya dengan hinna’.

عن عَائِشَةَ رضي الله عنها قالت: مَدَّتِ امْرَأَةٌ من وَرَاءِ السِّتْرِ بِيَدِهَا كِتَاباً إلى رسول اللَّهِ e، فَقَبَضَ النبي e يَدَهُ، وقال: (ما أَدْرِى أَيَدُ رَجُلٍ أو أيد امْرَأَةٍ) فقالت: بَلِ امْرَأَةٌ . فقال: (لو كُنْتِ امْرَأَةً، غَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ).

Sahabat ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengisahkan: ada seorang wanita yang dari balik tabir menyodorkan secarik surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi pun memegang tangannya, dan beliau bersabda: “Aku tidak tahu, apakah ini tangan seorang lelaki atau wanita?” Wanita itu pun berkata: Ini adalah tangan wanita. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai engkau adalah benar-benar wanita, niscaya engkau telah mewarnai kukumu dengan hinna’.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i dan dihasankan oleh Al Albani)

.3. Peranan Makanan Haram

Tidak dapat dipungkiri bahwa perangai dan kepribadian setiap manusia terpengaruh dengan jenis makanan yang ia konsumsi. Oleh karena itu, tidak heran bila orang yang memakan daging onta disyari’atkan untuk berwudlu, guna menghilangkan pengaruh buruk daging yang ia makan.

عن جَابِرِ بن سَمُرَةَ t أَنَّ رَجُلا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ e، أَأَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الْغَنَمِ؟ قال: (إن شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فلا تَوَضَّأْ) قال: أَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الإِبِلِ؟ قال: (نعم، فَتَوَضَّأْ من لُحُومِ الإِبِلِ). رواه مسلم

“Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah kita diwajibkan berwudlu karena memakan daging kambing? Beliau menjawab: Engkau boleh berwudlu, dan juga boleh untuk tidak berwudlu”. Lelaki itu kembali bertanya: Apakah kita wajib berwudlu karena memakan daging onta? Beliau menjawab: “Ya, berwudlulah engkau karena memakan daging onta.” Riwayat Muslim.

Ibnu Taimiyyah berkata: “Orang yang berwudlu seusai memakan daging onta akan terhindar dari pengaruh sifat hasad dan berjiwa kaku yang biasa menimpa orang yang hobi memakannya, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang pedalaman. Ia akan terhindar dari perangai hasad dan berjiwa kaku yang disebutkan oleh Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Imam Bukhary dan Muslim:

(إن الغلظة وقسوة القلوب فى الفدادين أصحاب الإبل وإن السكينة فى أهل الغنم)

“Sesungguhnya perangai kasar dan berjiwa kaku biasanya ada pada orang-orang pedalaman , para pemelihara onta, dan lemah-lembut biasanya ada pada para pemelihara kambing.”([5])

Bila demikian adanya, maka tidak diragukan lagi bahwa makanan yang nyata-nyata haram memiliki pengaruh buruk pada diri dan kepribadian pemakannya.

Dan di antara makanan haram yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, sehingga dijangkiti penyakit suka sesama jenis ialah daging babi dan keledai.

Ibnu Sirin berkata, “Tidaklah ada binatang yang melakukan perilaku kaum Nabi Luth selain babi dan keledai.” ([6])

Bila seseorang membiasakan dirinya dan juga keluarganya memakan daging babi atau keledai, lambat laun, berbagai perangai buruk kedua binatang ini dapat menular kepadanya.

4. Peranan pergaulan & pendidikan.

Setiap kita pasti memiliki pengalaman tersendiri tentang peranan pergaulan dalam pembentukan jati diri dan perangainya. Sedikit banyak, cara pikir dan kesukaan kita terpengaruh oleh keluarga, teman bergaul atau masyarakat sekitar. Oleh karena itu, jauh-jauh hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar memilihkan kawan yang baik untuk anak-anak kita, sehingga terpengaruh oleh kebaikan mereka dan terhindar dari pengaruh buruknya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه كان يقول: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (ما من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه، كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء، هل تحسون فيها من جدعاء) متفق عليه

“Dari sahabat Abu Hurairah rodiallahu’anhu, ia menuturkan: Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda: Tidaklah ada seorang yang dilahirkan melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah (muslim) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau nasrani, atau majusi. Perumpamaannya bagaikan seekor binatang yang dilahirkan dalam keadaan utuh anggota badannya, nah apakah kalian mendapatkan padanya hidung yang dipotong?” (Muttafaqun ‘alaih)

Sebagaimana Islam juga mengajarkan kita agar mulai memisahkan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita.

(مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عليها وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في الْمَضَاجِعِ)

“Perintahlah anak-anakmu untuk mendirikan sholat ketika mereka telah berumur tujuk tahun, dan pukullan bila enggan mendirikan sholat ketika telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Al Albany)

Pemisahan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing mereka tentang jati dirinya. Sehingga anak laki-laki mulai menyadari bahwa dirinya berlawanan jenis dengan saudarinya, demikian juga halnya dengan anak wanita. Dan sejalan dengan perjalanan waktu yang disertai pendidikan yang baik, masing-masing dari mereka akan menjadi manusia yang berkepribadian lurus lagi luhur.

Di antara hal yang dapat memupuk subur jati diri anak-anak kita adalah dengan membedakan jenis permainan mereka. Melalui sarana permainan yang terarah dan mendidik, kita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing anak tentang jati dirinya. Di antara permainan yang dapat memupuk subur kepribadian anak wanita adalah boneka.

(كنت أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ في بَيْتِهِ وَهُنَّ اللُّعَبُ) متفق عليه

“Dahulu aku bermain boneka anak-anak di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Muttafaqun ‘alaih)

Para ulama’ menyatakan bahwa izin membuatkan boneka untuk anak-anak wanita yang masih kecil ini merupakan keringanan atau pengecualian dari dalil-dalil umum yang melarang kita dari membuat patung. Melalui sarana permainan ini, diharapkan anak-anak wanita kita mulai memahami jati dirinya dan juga peranan yang harus mereka lakukan, kelak ketika telah dewasa dan berkeluarga([7]) .

Dengan demikian, pergaulan, dan pendidikan memiliki peranan besar dalam pembentukan karakter dan cara pandang anak-anak kita. Sehingga kesalahan dalam pendidikan dan pergaulan dapat mengakibatkan hal-hal yang kurang terpuji di kemudian hari.

Pengobatan:

Bila melalui diagnosa di atas, kita dapat menemukan penyebab datangnya penyakit yang kita derita, maka pengobatan pertama yang harus dilakukan ialah dengan membenahi kesalahan dan bertobat dari kekhilafan.

Langkah kedua: Berdoa kepada Allah.

Saudaraku, ketahuilah bahwa perbuatan dosa dan khilaf dapat terjadi karena kita menuruti bisikan kotor, baik bisikan yang datang dari iblis atau dari jiwa yang tidak suci. Oleh karena itu, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memohon agar dikaruniai hati yang suci dan dijauhkan dari perilaku yang buruk :

(اللهم آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أنت خَيْرُ من زَكَّاهَا) رواه مسلم

“Ya Allah, limpahkanlah ketaqwaan kepada jiwaku dan sucikanlah. Engkau adalah sebaik-baik Dzat Yang Mensucikan jiwaku.” (HR. Muslim). Dan pada kesempatan lain, beliau berdoa:

(اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ). رواه الترمذي والحاكم والطبراني

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari akhlaq, amalan, dan hawa nafsu yang buruk.” (HR. At Tirmizy, Al Hakim, dan At Thabrani)

Mungkin ini salah satu hikmah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan kesucian batin (hati) untuk seorang pemuda yang datang kepada beliau guna memohon izin untuk berzina:

“Sahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: “Ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata: Ya Rasulullah! “Izinkanlah aku berzina.” Spontan seluruh sahabat yang hadir, menoleh dan menghardiknya, sambil berkata kepadanya: Apa-apaan ini! Mendengar ucapan sahabatnya itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mendekatlah”. Pemuda itu pun mendekat kepada beliau, lalu ia duduk. Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda kepadanya: “Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa ibumu? Pemuda itu menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa ibu-ibu mereka…… Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut, lalu berdoa: “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah kemaluannya.” Sejak hari itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong). ” (HR. Ahmad, At Thabrani, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany)

Saudaraku, mohonlah kepada Allah agar jiwa anda disucikan, dan perangai anda diluruskan. Yakinlah bahwa bila anda bersungguh-sungguh dalam berdoa, terlebih-lebih ketika sedang sujud dan pada sepertiga akhir malam, pasti Allah akan mengabulkan.

(يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ ما لم يَعْجَل، يقول: دَعَوْتُ فلم يُسْتَجَبْ لي). متفق عليه

“Doa kalian pasti akan dikabulkan, selama ia tidak terburu-buru, yaitu dengan berkata: aku telah berdoa, akan tetapi tidak kunjung dikabulkan.” Muttafaqun ‘alaih

Langkah ketiga: Melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan jenis kelamin kita.

Di antara cara yang dapat kita tempuh untuk memupuk subur jati diri kita ialah dengan melakukan kegiatan yang selaras dengan diri kita. Misalnya dengan mengasuh anak kecil (keponakan, adik, atau lainnya), memasak, berdandan, menjahit, membuat karangan bunga, bagi kaum wanita. Atau mencangkul, olah raga angkat besi, bela diri, bertukang kayu, berenang, bagi kaum lelaki.

Dan hendaknya kita menjauhi segala perbuatan dan perilaku yang biasa dilakukan oleh lawan jenis.

Langkah keempat: Terapi hormon.

Salah satu metode pengobatan yang sekarang dikenal masyarakat adalah dengan terapi hormon. Oleh karena itu, tidak ada salahnya bila orang yang menderita penyakit suka sesama jenis mencoba pengobatan dengan cara ini.

Akan tetapi sebelum ia mencoba terapi ini, seyogyanya ia terlebih dahulu berkonsultasi kepada tenaga medis yang berkompeten dalam hal ini, guna mengetahui sejauh mana kegunaannya dan juga meyakinkan bahwa pada seluruh prosesnya tidak terdapat hal-hal yang diharamkan atau melanggar syari’at.

Langkah Kelima: Besarkan Harapan dan kobarkan semangat.

Sebagaimana telah diisyaratkan di atas, bahwa masing-masing kita terlahir ke dunia dalam keadaan normal dan berjiwa suci, hanya karena pengaruh dunia luarlah kita mengalami perubahan.

(وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عن دِينِهِمْ) رواه مسلم

“Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi: Sesungguhnya Aku telah menciptakan seluruh hamba-Ku dalam keadaan lurus lagi suci, kemudian mereka didatangi oleh syetan dan kemudian syetanlah yang menyesatkan mereka dari agamanya.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa membesarkan harapan dan optimis bahwa segala penyakit yang kita derita dapat disembuhkan. Yakinlah bahwa penyakit yang kita derita adalah salah satu akibat dari ulah dan godaan syetan. Syetanlah yang telah menodai kesucian jiwa kita. Oleh karena itu, besarkan harapan, bulatkanlah tekad dan kobarkanlah semangat untuk merebut kembali kesucian jiwa kita dari belenggu syetan.

Saudaraku, ketahuilah, bahwa membaca Al Qur’an dengan khusyu’ dan penuh penghayatan adalah senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan perangkap syetan.

Dan di antara metode untuk menghindari perangkap syetan ialah dengan senantiasa menghadiri majlis-majlis ilmu, dan berusaha untuk senantiasa berada bersama-sama dengan sahabat yang baik.

(إن الشيطان مع الواحد ، و هو من الاثنين أبعد) رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

“Sesungguhnya syetan itu bersama orang yang menyendiri, sedangkan ia akan menjauh dari dua orang.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani)

Semoga pemaparan singkat ini, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti kepada kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Wallahu a’alam bisshowab.

Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Baderi, MA

Artikel www.muslim.or.id
[1] ) Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3279 & Tafsir Al Baghowi 7/355.

[2] ) Tuhfatul Maudud oleh Ibnul Qayyim 51.

[3] ) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 10/334, & Faidhul Qadir oleh Al Munawi 5/271.

[4] ) Zaadul Ma’aad oleh Ibnul Qayyim 4/80.

[5] ) Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21/11.

[6] ) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad Dunya dalam kitab Zammul Malaahy.

[7] ) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Al Asqalaany 10/527

Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Kamis, 06 Mei 2010

Kapan Kiamat Terjadi?

Pembicaraan tentang kapan terjadinya kiamat mulai hangat kembali akhir-akhir ini. Kalau dulu kiamat pernah diramalkan akan terjadi tanggal 9 bulan 9 tahun 1999, sekarang ini kiamat diramalkan terjadi pada tanggal 21 bulan 12 tahun 2012. Kapanpun mereka tetapkan tanggalnya, sesungguhnya itu hanyalah ramalan, karena kiamat adalah perkara ghaib hakiki yang hanya diketahui Allah kapan terjadinya,
bahkan rasul paling mulia dari kalangan manusia (Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wasallam) dan dari kalangan malaikat (Jibril ‘alaihissalam) tidak mengetahui perkara ini, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jibril, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang kapan terjadinya kiamat, maka di jawab,

“Tidaklah orang yang ditanya tentangnya lebih mengetahui dari yang bertanya.”


Maka tidak diragukan lagi bahwa makhluk yang kedudukannya di bawah keduanya lebih tidak mengetahuinya lagi. Jadi kita wajib mendustakan setiap orang yang mengatakan mengetahui kapan terjadinya kiamat, karena barangsiapa menyatakan dirinya mengetahui ilmu yang ghaib bukan dengan cara-cara yang dapat dibuktikan secara ilmiah maka masuk dalam ilmu perdukunan. Sebagaimana telah kita ketahui perdukunan merupakan bentuk kesyirikan.

Bahkan dikarenakan ramalan tentang kiamat ini, penulis pernah mendengar kalau ada orang yang bunuh diri karena takut menghadapinya. Padahal seseorang yang memiliki akidah yang benar seharusnya tidak takut karena ramalan tersebut, dan tidak sepatutnya seorang yang beriman mempercayainya, karena orang yang percaya pada ramalan mendapat ancaman sholatnya tidak diterima selama empat puluh hari dan perbuatan ini dihukumi sebagai bentuk kekafiran. Sebagaimana terdapat dalan hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara, dan dia mempercayainya, maka sholatnya tidak diterima selama empat puluh hari.” (HR. Muslim 2230)

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.” (HR. Ahmad)

Tanda-Tanda Kiamat

Disembunyikannya waktu terjadinya kiamat ini sesungguhnya mengandung hikmah/maslahat (kebaikan) bagi manusia, diantaranya adalah agar manusia senantiasa bersiap-siap untuk menghadapinya, sehingga tidak bermalas-malasan dalam beramal. Tetapi dengan rahmat-Nya pula, Allah telah menjadikan kiamat memiliki alamat/tanda-tanda yang mendahuluinya, sekaligus hal ini sebagai bukti kenabian nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sehingga keimanan kita akan kerasulannya semakin kuat.

Ulama membagi tanda-tanda kiamat tersebut ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. Tanda-tanda yang telah berlalu dan telah selesai:

a. Diutusnya Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan kematiannya, sebagaimana sabda beliau, “Jarak antara aku diutus dengan datangnya hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini.” Beliau pun berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya. (HR. Bukhori dan Muslim)

b. Peperangan yang terjadi diantara dua golongan yang besar dengan dakwah yang sama, yaitu mereka sama-sama Islam. Yang dimaksud adalah peperangan antara ‘Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu’anhuma. Dari Abi Hurairah, ia bekata,

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda, ‘Tidak akan tegak hari kiamat sampai berperang dua golongan yang besar, yang menimbulkan kematian yang begitu banyak, sedangkan dakwah keduanya adalah satu. Dan sampai munculnya para dajjal, yaitu para pendusta sebanyak tiga puluh orang yang semuanya mengaku sebagai rasul Allah (utusan Allah). Dan sampai diangkatnya ilmu. Dan banyak sekali gempa. Dan waktu berjalan demikian cepat. Dan tersebarnya berbagai huru-hara. Dan banyak sekali al-harju, yaitu pembunuhan. Dan banyak sekali harta diantara kamu, sampai harta itu melimpah ruah sehingga pemilik harta sangat ingin kalau ada orang yang menerima shadaqahnya, dan sampai orang yang memiliki harta itu memberikan hartanya, lalu orang yang diberikan harta itu berkata, “Aku tidak butuh dengan harta ini.” Dan manusia berlomba-lomba meninggikan bangunan. Dan sampai seorang melewati kubur orang lain lalu dia berkata, “Wahai, alangkah baiknya kalau aku saja yang berada di tempatnya.” Dan sampai matahari terbit dari tempat terbenamnya, maka apabila matahari telah terbit dari tempat tenggelamnya dan manusia melihatnya, merekapun beriman semuanya, maka yang demikan itu terjadi, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya yang belum beriman sebelum itu atau dia belum mengusahakan kebaikan pada masa imannya.‘” (HR. Bukhori)

c. Terbunuhnya amirul mukminin ‘Utsman bin ‘affan radhiyallahu’anhu. Berkata Hudzaifah radhiyallahu’anhu, “Fitnah yang pertama adalah terbunuhnya ‘Utsman……”

d. Berlimpahnya harta sehingga pemilik harta sangat ingin kalau ada yang ingin menerima shadaqahnya, telah terjadi pada khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz.

2. Tanda-tanda yang telah terjadi dan terus berulang semakin banyak:

a. Munculnya dajjal-dajjal kecil yang mengaku sebagai nabi, banyaknya gempa, berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan, waktu berjalan demikian cepat, tersebarnya berbagai macam kekacauan, seseorang menginginkan kematian karena putus asa dalam kehidupan dunia. Sebagaimana disebutkan dalam hadits abu hurairah di atas. Serta dalam riwayat lain, dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan hancur dunia ini sehingga ada orang yang lewat di dekat makam, lalu ia bergulung-gulung di atasnya, dan berkata,’Duhai andaikan aku yang berada di dalam kubur ini!’ Padahal tidak ada agama padanya, akan tetapi ujian dan bala (maksudnya karena dahsyatnya cobaan).” (HR. Bukhori dan Muslim)

b. Berlomba-lomba memperindah masjid. Dari Anas ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, “Tidak akan tegak hari kiamat sampai manusia bermegah-megah dengan (membangun) masjid.” (HR. Abu Dawud)

c. Manusia semakin rakus pada dunia dan semakin jauh dari Allah. Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Telah dekat hari kiamat, dan tidak bertambah (kemauan) manusia terhadap dunia melainkan semakin rakus, dan tidak bertambah (kedekatan) mereka kepada Allah melainkan semakin jauh.” (HR. Hakim)

d. Seorang muslim hanya memberi salam kepada yang dia kenal, tersebarluasnya perdagangan, memutuskan silaturrahim, saksi palsu dengan menyembunyikan saksi yang benar, tersebarnya pena. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya dihadapan hari kiamat akan terjadi: memberi salam hanya kepada orang-orang yang khusus (yakni yang dikenal saja), tersebarnya perdagangan, sehingga seorang istri membantu suaminya dalam berdagang, terputusnya hubungan kekeluargaan (silaturrahim), saksi palsu, disembunyikannya saksi yang haq, dan tersebarnya pena (tulisan dan kitab-kitab).” (HR. Ahmad)

e.Diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan dan banyaknya pembunuhan. Telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya di hadapan kedatangan hari kiamat terdapat hari-hari yang diangkatnya ilmu, turunnya kejahilan dan banyaknya al-harju, yaitu pembunuhan.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Serta dalam riwayat lain, berkata Abu Musa, telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,

“Sesungguhnya di hadapan hari kiamat akan ada al-harju.”

Aku bertanya, “Ya Rasulullah, apakah itu al harju?”

Beliau menjawab, “Pembunuhan.”

Lalu sebagian kaum muslimin bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami telah membunuh musyrikin dalam satu tahun sekian dan sekian.”

Maka beliau bersabda, “Bukan pembunuhan terhadap kaum musyrikin. Akan tetapi sebagian kamu membunuh sebagian yang lain, sehingga seseorang sampai membunuh tetangganya, anak pamannya, dan keluarganya.”

Lalu sebagian kaum bertanya, “Ya Rasulullah, apakah pada hari itu kami masih mempunyai akal?”

Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “Tidak, bahkan akan dicabut akal kebanyakan orang pada zaman-zaman itu, kemudian yang ada adalah manusia yang seperti debu bertebaran ditiup angin dalam keadaan tidak mempunyai akal.” (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

f. Tersebarnya perzinaan, minum khomr, sedikitnya laki-laki, dan banyaknya perempuan. Dari Anas, ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya diantara tanda-tanda hari kiamat ialah: diangkatnya ilmu, mengakarnya kebodohan, diminumnya khomr, nyatanya perzinaan, banyaknya wanita dan sedikitnya laki-laki, sehingga perbandingan untuk lima puluh orang wanita yang mengurusnya hanya satu orang laki-laki.” (HR. Bukhori dan Muslim)

g.Amanah disia-siakan dan orang-orang bodoh dijadikan sebagai pemimpin. Dari Abu Hurairah, ia berkata, ketika nabi shallallahu’alaihi wasallam sedang berbicara kepada orang banyak, datanglah kepada beliau seorang Arab yang tinggal di desa (arab Badui), lalu ia bertanya, “Kapankah hari kiamat?”

Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam terus saja melanjutkan pembicaraannya. Maka berkata sebagian kaum, “Beliau mendengar apa yang ia tanyakan, tetapi beliau tidak menyukai pertanyaannnya.” Sebagian yang lain mengatakan, “Bahkan beliau tidak mendengarnya.” Sehingga ketika beliau telah menyelesaikan pembicaraannya beliau bertanya, “Mana yang tadi bertanya tentang hari kiamat?”

Orang itu menjawab, “Saya wahai Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.”

Beliau menjawab, “Apabila amanat telah disia-siakan maka tunggulah kedatangan hari kiamat.”

Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana disia-siakannya?”

Beliau menjawab, “Apabila urusan telah diserahkan untuk mengurusinya kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kedatangan hari kiamat.” (HR. Bukhori)

h. Menuntut ilmu kepada ahlu bid’ah. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ” Sesungguhnya sebagian dari tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu itu dari para ahli bid’ah.” (HR. Ath-Thobroni)

i. Ahli ibadah yang bodoh tentang agama. Dari Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Di akhir zaman nanti akan ada ahli ibadah yang bodoh dan ulama yang fasiq.” (HR. Abu Nu’aim dan Hakim)

j. Datangnya hari dimana orang yang bersabar untuk beragama seperti menggenggam bara api. Dari Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Akan datang kepada manusia masa dimana orang-orang yang bersabar untuk beragama, seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi)

k. Orang yang paling beruntung di dunia adalah orang yang dungu. Dari Hudzaifah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan tegak hari kiamat sehingga manusia yang paling beruntung di dunia adalah luka’ ibnu luka’ (yaitu budak yang bodoh dan hina).” Maksudnya adalah manusia akan dipimpin oleh budak yang bodoh dan hina.


3. Tanda-tanda besar menjelang/mengiringi terjadinya kiamat

a. Munculnya Mahdi. Dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hari-hari tidak akan berakhir dan masa tidak akan berlalu hingga bangsa Arab dipimpin oleh laki-laki dari keturunanku, dimana namanya sama dengan namaku.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

b. Dajjal
c. Turunnya Isa

d.Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj

Tentang keluarnya Dajjal, turunnya Isa, dan keluarnya Ya’juj dan Ma’juj terdapat dalam hadist An-Nawaas Ibn Sam’an, ia berkata,
“Rasulullah menyebut tentang Dajjal pada suatu pagi, beliau terkadang memelankan suara dan sesekali mengeraskannya, sampai-sampai kami mengira ia (Dajjal) sedang berada di tengah-tengah kebun kurma. Maka ketika kami mendatangi beliau, beliau mengetahui hal itu dari kami, maka beliau bertanya,
‘Ada apa dengan kalian?’

Kami menjawab, ‘Wahai Rasulullah, Anda menyebut tentang Dajjal pagi ini, Anda menurunkan dan mengeraskan suara hingga kami mengira ia berada di tengah kebun kurma?’
Maka beliau bersabda, ‘Bukan Dajjal yang paling aku takutkan menimpa kalian, kalau Dajjal keluar dan aku masih ada diantara kalian, maka aku akan mengalahkan hujjahnya, bukan kalian, dan jika keluar sementara aku sudah tidak berada di tengah-tengah kalian, maka tiap orang menjadi pelindung dirinya sendiri, dan Allah sebagai penggantiku sebagai penjaga tiap muslim. Sesungguhnya Dajjal adalah seorang pemuda yang sangat keriting rambutnya, matanya menonjol keluar, sepertinya aku menyerupakannya dengan Abdul Uzza ibn Qotton, maka barangsiapa diantara kalian mendapatkannya hendaklah ia membacakan kepadanya awal surat Al-Kahfi, dan sesungguhnya ia keluar dari jalan antara Syam dan Iraq, kemudian ia merusak daerah kanannya dan merusak dari arah kirinya, karena itu wahai hamba Allah tetaplah (di atas agama Allah)!’
Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah berapa lama ia akan tinggal di bumi?’
Beliau menjawab, ‘Empat puluh hari, satu hari (pertama) sama dengan setahun, dan sehari (kedua) sama dengan sebulan, dan sehari (ketiga) sama dengan satu jum’at (seminggu), dan sisa harinya sama dengan hari-hari kalian.’

Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah satu hari yang sama dengan setahun itu apakah cukup bagi kami shalat sehari pada hari ini?’
Beliau menjawab, ‘Tidak, maka kira-kirakanlah untuknya.’
Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kecepatan gerakannya di bumi?’
Beliau menjawab, ‘Bagai hujan yang diikuti angin, maka ia akan datang pada suatu kaum lalu mengajak mereka, maka mereka pun iman dan percaya kepadanya serta patuh kepadanya, lalu ia memerintahkan langit maka turunlah hujan, memerintahkan bumi, maka ia pun tumbuh subur, maka kembalilah harta (ternak) mereka dalam bentuk yang paling panjang punuknya dan paling banyak air susunya, dan paling panjang perutnya. Kemudian ia datangi suatu kaum dan mengajak mereka, akan tetapi mereka menolaknya, maka ketika keesokan harinya, mereka pun kehilangan harta bendanya, kemudian Dajjal melewati tempat yang hancur, maka ia berkata kepadanya, ‘Keluarkanlah harta kekayaan dan simpananmu!’ maka harta kekayaan yang tersimpan di dalamnya keluar dan mengikutinya bagaikan rombongan pejantan lebah, kemudian ia mengajak seorang pemuda yang sedang dalam masa pertumbuhannya, dan memenggalnya dengan sebuah pedang, maka ia terbelah menjadi dua bagian terpisah sejauh sasaran lemparan, kemudian memanggilnya, maka pemuda itupun datang kepadanya dan berseri-seri mukanya dan tertawa.
Dan saat itulah Allah mengirimkan Isa Al Masih putra Maryam, maka ia turun di atas menara putih di sebelah timur Damaskus dengan memakai dua jubah yang berwarna, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas sayap-sayap dua malaikat, jika ia mengangguk-anggukkan kepalanya maka mengucurlah air, dan jika ia menengadahkan kepalanya maka meneteslah butiran-butiran perak berkilau bagai lu’lu’ (batu mulia), maka tidak seorang kafir pun yang mencium aroma nafasnya, melainkan akan mati, sedang nafasnya menembus sejauh mata memandang, maka ia pun mengejar Dajjal hingga akhirnya ia mendapatkannya di Bab Ludd dan membunuhnya. Kemudian Isa mendatangi kaum yang telah dilindungi Allah dari Dajjal lalu ia mengusap muka mereka dan menceritakan kepada mereka tentang derajat mereka dalam surga. Dan ketika demikian maka Allah mewahyukan kepada Isa, ‘Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba yang tidak seorangpun bisa membunuhnya, maka jagalah hamba-hambaku, dan kumpulkan mereka di bukit Thur.’
Maka Allah mengutus Ya’juj dan Ma’juj dan merekapun turun dengan cepat dari tempat-tempat tinggi, lalu bagian depan rombongan mereka melewati danau Thobariyah, maka mereka minum darinya. Dan bagian terakhir rombongan mereka ketika melewatinya, mereka berkata, ‘Di sini dulu ada airnya.’ Dan nabi Isa beserta pengikutnya dikepung, sehingga kepala sapi salah seorang diantara mereka lebih berharga daripada seratus dinar bagi seorang diantara kalian saat ini, maka nabi Isa dan sahabatnya berdoa kepada Allah, lalu allah mengirimkan kepada mereka (Ya’juj-Ma’juj) ulat ke leher-leher mereka, maka mereka pun mati bagaikan satu jiwa (mati bersamaan) kemudian nabi Isa dan pengikutnya turun ke bumi (dari gunung Ath-Thur), maka mereka tidak mendapakan sejengkal tanah melainkan telah dipenuhi bau busuk bangkai mereka (Ya’juj-Ma’juj), lalu nabi Isa dan sahabatnya berdoa kepada Allah, maka Allah mengutus burung yang besarnya bagai leher-leher unta, kemudian membawa terbang bangkai mereka dan melemparkan ke arah mana saja yang dikehendaki Allah, kemudian Allah menurunkan hujan yang mengguyur baik rumah dari tanah liat maupun rumah tenda (dari bulu), maka ia (air hujan) mencuci bumi hingga licin bagai kaca, kemudian dikatakan kepada bumi, ‘Tumbuhlah buah-buahanmu dan kembalikan keberkahanmu!’
Maka pada hari itu sekelompok besar manusia makan dari satu biji delima, dan mereka bisa berteduh dengan kelopaknya, dan diberkahi hewan ternaknya, sampai-sampai air susu seekor unta mampu mencukupi kelompok besar manusia, dan air susu sapi mampu mencukupi satu kabilah, dan air susu kambing mampu mencukupi satu marga. Dan di saat demikian Allah mengirimkan angin yang harum baunya, maka bertiup sampai ke ketiak mereka, maka ia mencabut ruh setiap orang muslim dan mukmin dan tinggalah sejelek-jelek manusia, mereka melakukan persetubuhan dengan wanita seperti layaknya keledai (persetubuhan di depan umum tanpa rasa malu) maka terjadilah hari kiamat atas mereka.” (HR. Muslim)

e. Perang antara kaum muslimin dan yahudi. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sampai kaum muslimin memerangi Yahudi, hingga orang Yahudi bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan, maka bebatuan dan pepohonan berkata, ‘Wahai orang muslim, ini ada orang Yahudi bersembunyi di belakangku. Kemari dan bunuhlah!’ kecuali pohon ghorqod (sejenis pohon berduri, terkenal di baitul Maqdis), karena ia adalah termasuk pohon orang Yahudi.” (HR. Bukhori dan Muslim)

f. Keringnya sungai Eufrat. Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga kering sungai Furat (Eufrat) yang akan menyikap sebuah gunung emas yang menjadi ajang perebutan, sehingga saling bunuh, maka terbunuhlah dari setiap seratus orang, sembilan puluh sembilan yang mati, maka berkata setiap orang dari mereka, ‘Semoga aku yang selamat.’

Dan dalam riwayat, “Hampir saja sungai Eufrat menyikap harta karun dari emas, maka barangsiapa mendapatkan masa itu, hendaknya tidak mengambil apapun darinya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

g.  Daratan yang tenggelam ke dalam bumi,  dukhon/kabut, dabbah/binatang melata, matahari terbit dari barat, keluarnya api dari pelosok kota Aden (kota di Yaman). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kiamat itu tidak akan terjadi sebelum datang sepuluh tanda-tanda: daratan yang tenggelam ke dalam bumi (sebagaimana qarun, pent) di belahan timur, daratan yang tenggelam ke dalam bumi di belahan barat, dan daratan yang tenggelam ke dalam bumi di jazirah Arab, kabut, Dajjal, binatang melata, Ya’juj dan Ma’juj, matahari terbit dari tempat ia terbenam, adanya api yang keluar dari pelosok kota Aden yang paling jauh yang menghalau manusia, dan turunnya Isa putra Maryam.” (HR. Muslim)

Itulah beberapa tanda yang dapat kami sebutkan, semoga bisa menjadi ilmu bagi kita dalam menghadapi huru-hara akhir zaman, sehingga kita tidak terjerumus dalam perbuatan kekufuran, dengan mempercayai ramalan-ramalan tentang kiamat yang semakin ramai. Bagaimanapun kiamat merupakan urusan yang besar, dan sesungguhnya waktunya dekat, kapanpun itu. Karena sesungguhnya kematian juga merupakan kiamat kecil bagi seseorang, dimana kesempatan untuk beramal telah terputus, dan itu bisa terjadi kapan saja. Sementara itu selama ini kita dalam keadaan lalai, padahal beberapa tanda telah muncul dan semakin banyak. Maka hendaknya kita meminta pertolongan pada Allah agar kita ditetapkan atas agama-Nya, dan kita diwafatkan dalam keadaan ber-Islam.


Maraji’:
- Riyadusshalihin
- Al-Irsyad
- Telah Datang Zamannya (Ust. Abdul Hakim)
- Mutiara Faedah Kitab Tauhid (ust. Abu ‘Isa)
- Syarah Arba’in (Syaikh Muhammd ‘Utsaimin)

Penulis: Ummu Muhammad Anik Rachmawati
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar

***
Artikel muslimah.or.id
Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com
 

blogger templates | Make Money Online