Selasa, 11 Mei 2010

MANHAJ AHLUS SUNNAH MENGHADAPI PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN



PERINTAH UNTUK MENTAATI PEMIMPIN DALAM KEBAIKAN

[1] Allah Subhanahu Ta'ala berfirman: "....Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan kepada Ulil Amri di kalangan kamu..." [QS An-Nisa': 59]

[2] Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Diwajibkan mendengar dan taat (kepada pemimpin) ke atas setiap muslim sama ada dalam hal yang dia suka atau benci selagi mana dia tidak diperintah untuk melakukan maksiat. Jika dia diperintah melakukan maksiat maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat." [HR Bukhari (no. 7144)]

[3] Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dengarkan dan taatilah (pemimpinmu) walaupun yang berkuasa atas kalian adalah seorang hamba Habsyi (kulit hitam) yang seakan-akan kepalanya seperti kismis." [HR Bukhari (no. 693, 696, 7142), Ibnu Majah (no. 2860) dari Sahabat Anas]

[4] Sabda Rasulullah: "Dengar dan taatilah pemimpinmu walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas. Maka dengar dan taatlah!"[HR Muslim (no. 1847 (52))]

[5] Rasulullah bersabda: "Barangsiapa taat kepadaku, bererti ia telah taat kepada Allah, dan barangsiapa menderhakaiku, bererti ia telah derhaka kepada Allah. Barangsiapa taat kepada pemimpinnya, bererti ia telah taat kepadaku, dan barangsiapa yang derhaka kepada pemimpinnya, bererti ia telah derhaka kepadaku." [HR Bukhari (no. 2957, 7137), Muslim (no. 1835 (32))]

WAJIB TAAT DAN PATUH KEPADA PEMIMPIN SEKALIPUN MEREKA FASIQ, JAHAT DAN ZALIM

[1] Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dengan katanya: Kami pernah bertanyakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Kami tidak bertanyakan engkau tentang ketaatan kepada orang yang bertakwa, akan tetapi tentang ketaatan terhadap 'orang yang melakukan ini dan itu' yakni keburukan." Lalu baginda bersabda: "Bertakwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu dengar dan patuh (kepada pemimpin)." [Riwayat Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitabus Sunnah (2/508)]

[2] Ibn Abil 'Iz al-Hanafi berkata: "Adapun kemestian ketaatan kepada pemimpin sekalipun mereka zalim, adalah kerana tindakan sebaliknya akan menyebabkan kerosakan yang lebih dahsyat berbanding dengan kezaliman yang mereka lakukan. Sebaliknya bersabar atas kezaliman itu pula akan membendung kejahatan dan mendatangkan pahala yang beganda." [Syarah Aqidah At-Thohawiyah (2/543), Lih. Fiqhus Siyasah As-Syar'iyah oleh Khalid Al-Anbari, Telaga Biru, hal 77]

SABAR MENGHADAPI PEMIMPIN

[1] Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesiapa yang melihat sesuatu yang dibencinya pada pemimpinnya, maka hendaklah dia bersabar kerana tidaklah seseorang itu memisahkan dirinya dari jamaah walau sejengkal lalu dia mati, melainkan dia mati dalam keadaan jahiliyah." [HR Bukhari (no. 7143)]


LARANGAN MEMBERONTAK KEPADA PEMIMPIN

[1] "Sesungguhnya akan diangkat atas kamu pemimpin-pemimpin. Di antara mereka ada yang kamu akui dan ada yang kamu ingkari. Barangsiapa membencinya, maka ia telah terbebas, dan barangsiapa mengingkari (perbuatannya), maka ia telah selamat. Namun barangsiapa yang rela dan mengikutinya (maka tidak selamat)." Para Sahabat bertanya: "Wahai, Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka?" Baginda menjawab: "Tidak, selama mereka mendirikan solat." [HR Muslim (no. 1854 (63)), Abu Daud (no. 4760, 4761), At-Tirmidzi (no. 2265) dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha]

[2] "Sebaik-baik pemimpinmu adalah pemimpin yang kamu cintai dan mereka mencintai kamu, yang mereka mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka. Seburuk-buruk pemimpin kamu adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka membenci kamu, yang kamu laknat dan mereka melaknat kamu. Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang?" Beliau menjawab: "Tidak, selama mereka mendirikan solat. Jika kamu melihat dari pemimpin kamu sesuatu yang kamu tidak sukai, bencilah perbuatannya (sahaja) namun janganlah keluar dari ketaatan kepadanya." [HR Muslim (no. 1855 (65)), ad-Darimi (no. 2793), Ahmad (VI/24, 28), Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitaabus Sunnah (no. 1071)]

[3] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata: "Orang yang memberontak kepada pemimpin pasti menimbulkan kerosakan yang lebih besar daripada kebaikan akibat daripada perbuatannya." [Minhaajus Sunnah (XXII/241)]

LARANGAN MENGHINA DAN MENGAIBKAN PEMIMPIN

[1] Ziyad bin Kusaib al-'Adawi berkata, saya bersama Abi Bakrah radhiyallahu 'anhu di bawah mimbar Ibn 'Amir yang saat itu sedang memberi khutbah. Dia memakai pakaian yang sangat nipis. Lalu Abu Bilal berkata: "Lihatlah pemimpin kami itu, dia memakai pakaian orang fasiq!" Abi Bakrah menjawab: Diamlah kamu! Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesiapa yang menghina pemimpin Allah di bumi maka Allah akan menghinanya (di Hari Akhirat)." [Riwayat At-Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 2224]

[2] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mencela orang Islam adalah kefasiqan dan membunuhnya adalah kekufuran." [HR Bukhari (no. 48), Muslim (no. 116) dari Abdullah bin Mas'ud]

KAEDAH DALAM MENASIHATI PEMIMPIN

[1] 'Iyadh bin Ghanm berkata, Rasulullah bersabda: "Sesiapa yang ingin menasihati pemerintah dalam sesuatu urusan, janganlah dia melakukannya secara terang-terangan. Akan tetapi hendaklah dia mengambil tangan pemerintah tersebut dan ajaklah (nasihatilah) dia secara tersembunyi. Jika dia (pemerintah) menerima (nasihat) maka itulah yang diharap-harapkan. Jika dia tidak menerima (nasihat) maka sesungguhnya dia (pemberi nasihat) telah melaksanakan tanggungjwabnya." [HR Ahmad (no. 15333), Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitabus Sunnah]

[2] Ketika Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhu ditanya orang: "Sekiranya engkau menemui fulan (maksud mereka adalah Usman Bin Affan Radhiyallahu 'anhu), bagaimana engkau berbicara dengannya?" Usamah menjawab: "Sesungguhnya engkau pasti akan lihat bahawa aku tidak akan berkata kepadanya kecuali apa yang aku perdengarkan (aku katakan) kepada kamu, sesungguhnya aku berbicara dengannya sewaktu ketiadaan orang. Aku tidak mahu membuka sesuatu pintu (perkara atau rahsia) yang mana dengan sebab itu aku menjadi orang pertama yang membukanya." [HR Bukhari, Muslim].

* Kita katakan: Inilah manhaj yang benar dalam menasihati pemimpin, iaitu tidak dengan cara terang-terangan, apalagi menyebarkannya (kesalahan) di media-media, di mimbar-mimbar dan di khalayak umum. Tetapi dengan cara bersemuka (empat mata) dengan pemimipin, atau dengan mengutus surat, atau dengan mengutus seseorang yang rapat dengan pemimpin. Lihatlah bagaimana indahnya kaedah yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita. Akan tetapi tidak sedikit yang meninggalkan sunnah ini, kerana lebih mengunggulkan hawa nafsu, emosi dan akal semata!!. Wallahu Ta'ala A'lam.

MENDOAKAN KEBAIKAN KEPADA PEMIMPIN

[1] Fudhail bin 'Iyadh berkata: "Seandainya saya mempunyai doa yang mustajab, pasti tidak akan saya panjatkan melainkan hanya untuk pemimpin. Kita diperintahkan agar mendoakan kebaikan bagi mereka dan kita tidak diperintahkan untuk mendoakan keburukan bagi mereka walaupun mereka jahat dan zalim. Sebab kezaliman dan kejahatannya hanya akan menimpa diri mereka sendiri, sedangkan kebaikan mereka untuk dirinya sendiri dan kaum Muslimin." [Al-Wajiiz fii 'Aqiidatis Salafish Shaalih, Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 190]

[2] Al-Hassan al-Bashri rahimahullah berkata: "Ketahuilah mudah-mudahan Allah mengampuni Anda bahawa kejahatan para pemimpin itu merupakan salah satu bentuk murka Allah Ta'ala. Murka Allah itu tidak dapat dihadapi dengan pedang, tetapi dapat dicegah dan dirolak dengan doa, taubat, kembali ke jalan Allah, dan menjauhkan diri daris segala dosa. Sesungguhnya jika murka Allah dihadapi dengan pedang, murka tersebut akan menjadi lebih parah." [Al-Wajiiz fii 'Aqiidatis Salafish Shaalih, hal. 190]

SIKAP PARA SALAFUS SOLEH TERHADAP PEMIMPIN

[1] Zaid bin Wahab telah berkata: "Setelah Ustman Radhiyallahu 'anhu mengutuskan kepada Ibnu Mas'ud perintah supaya datang ke kota Madinah, orang ramai datang mengerumuninya dan berkata, 'Tuan tinggallah di sini, jangan keluar, kami akan menjaga tuan daripada perkara yang tidak diingini.' Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu berkata: 'Telah menjadi kewajipanku mematuhi arahan Amirul Mukminin, sesungguhnya kalau berlaku perkara buruk dan fitnah, aku tidak mahu menjadi orang pertama yang memulakannya.' Orang ramai pun beredar dan keluarlah Ibnu Mas'ud menemui Saidina Ustman di Madinah." [Nuzhat al-Fudhala' (1/84), Lih. Fiqhus Siyasah As-Syar'iah, hal 78]

[2] Hamid bin Hilal meriwayatkan, katanya: "Zaid bin Suhan telah menemui Saidina Ustman seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, bertolak ansurlah agar hamba rakyat juga bertolak ansur, luruskan pendirianmu nescaya mereka akan lurus." Kata Utsman: "Adakah engkau seorang yang patuh dan taat?" Jawabnya: "Ya." Lalu Utsman berkata: "Sila berpindah ke Syam." Lalu Zaid menceraikan isterinya dan berpindah ke Syam sebagaimana yang diperintahkannya." [Nuzhat al-Fudhala' (1/308)]

Posted by Abu Harits
Dipublikasikan kembali oleh : budhyanto.blogspot.com

Tidak ada komentar:

 

blogger templates | Make Money Online